energi bersih

Outlook Transisi Energi Bersih di Tahun 2023

(Vibizmedia-Kolom) Dalam pidato kenegaraannya bulan Agustus 2022 lalu Presiden Jokowi menyinggung juga mengenai energi bersih. Presiden Jokowi menyampaikan: “Optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau harus terus kita tingkatkan. Persemaian dan rehabilitasi hutan tropis dan hutan mangrove, serta rehabilitasi habitat laut, akan terus dilakukan, dan akan menjadi potensi besar penyerap karbon. “

“Energi bersih dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut, dan energi bio, akan menarik industrialisasi penghasil produk-produk rendah emisi. Kawasan industri hijau di Kalimantan Utara akan menjadi Green Industrial Park terbesar di dunia. Saya optimistis, kita akan menjadi penghasil produk hijau yang kompetitif di perdagangan internasional.” Demikian arahan Presiden menjadi panduan bagi transisi energi bersih di Indonesia ke depan.

Indonesia saat ini sangat bergantung pada energi fosil dalam kurun waktu yang panjang. Di sisi lain, kemampuan produksi energi ini semakin menurun dengan menurunnya cadangan energi fosil. Tuntutan penyediaan energi bersih demi masa depan berkelanjutan juga harus dipertimbangkan. Transisi energi memegang peranan sangat penting dalam pembangunan ke depan dan menjadi kebijakan krusial menuju pembangunan berkelanjutan dan dekarbonisasi. Kebijakan transisi energi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Setidaknya terdapat tiga poin penting yang menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan transisi energi. Pertama, transisi energi harus menjadi strategi jangka panjang sistem energi rendah karbon. Kedua, kebijakan transisi energi harus dilaksanakan secara terintegrasi melibatkan seluruh sektor dalam perekonomian. Ketiga, transisi energi berakar pada gerakan pembangunan berkelanjutan dan dukungan publik pada aksi mitigasi perubahan iklim.

Transisi energi berkelanjutan juga menjadi salah satu isu prioritas dan pilar utama Presidensi G20 Indonesia di mana pemerintah menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh transisi energi global dengan meluncurkan Forum Transisi Energi pada awal Februari 2022 lalu. Forum tersebut fokus membahas keamanan energi, akses dan efisiensi, transisi ke sistem energi rendah karbon, serta investasi dan inovasi teknologi yang lebih bersih dan efisien.

Kebijakan transisi energi melingkupi kebijakan transisi dari sisi pasokan (supply) dan permintaan (demand). Strategi yang didorong dari sisi pasokan, antara lain (1) peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan, baik untuk listrik maupun nonlistrik; (2) penyiapan pasokan dan infrastruktur gas bumi sebagai energi bersih selama tahap transisi energi; (3) dedieselisasi pembangkit listrik; (4) pengurangan penggunaan batu bara hingga dihentikan pada tahun tertentu; (5) pengembangan teknologi baru penyediaan energi yang lebih bersih, seperti hidrogen hijau dan Dimethyl Ether (DME); serta (6) hilirisasi mineral untuk mendukung pembuatan baterai bagi pembangkit listrik EBT.

Sementara itu, beberapa strategi yang didorong dari sisi permintaan, antara lain (1) peningkatan pemanfaatan gas dan listrik untuk sektor pengguna termasuk sektor transportasi dan sektor industri yang merupakan dua sektor pengguna terbesar, dan (2) peningkatan efisiensi energi secara progresif.

Di sisi lain, kebijakan transisi energi mengarahkan pada strategi pengurangan hingga penghapusan subsidi energi fosil dan mengalihkannya ke skema (subsidi, insentif, atau skema lainnya) yang dapat mengakselerasi pembangunan EBT.

Peta jalan transisi energi menuju NZE yang akan menuangkan strategi detail pada setiap tahapan masih dalam pembahasan. Sampai dengan tahun 2021, bauran EBT dalam energi primer sebagai salah satu indikator utama dari transisi energi baru menunjukkan capaian sebesar 12,16 persen.

Salah satu kemajuan yang diharapkan akan mendukung kebijakan transisi energi adalah telah ditetapkannya RUPTL 2021- 2030 yang dipercaya sebagai RUPTL Hijau.

Hingga semester I-2022, sudah terbangun 11,57 GW pembangkit listrik tenaga (PLT) EBT. Selain itu, pemerintah juga sedang merumuskan skema pembiayaan transisi energi (energy transition mechanism/ETM) untuk mendorong percepatan transisi energi tanpa mengabaikan keberlanjutan pertumbuhan industri energi.

 

Rencana Tambahan Pembangkit RUPTL PLN 2021-2030

energi bersih

Sumber : Kementrian ESDM

Komposisi energi terbarukan akan menjadi 51,6% dan energi fossil 48,4%. Dari total 40.575 megawatt, sebesar 19.652 megawatt adalah energi fossil. Energi terbarukan sejumlah 20.923 megawatt. PT PLN (Persero) memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan target 23% bauran EBT pada tahun 2025, dimana per 2021 target ini baru tercapai 11,5%.

RUPTL 2021-2030 merupakan RUPTL paling Green yang digunakan sebagai landasan untuk mencapai Carbon Neutral 2060. PLN berkomitmen mencapai bauran energi dari EBT sebesar 23% mulai tahun 2025 dan mendukung porsi EBT pada rencana pembangkit baru lebih dari 50%.

Pengembangan pembangkit EBT juga harus memperhitungkan keseimbangan antara supply & demand, kesiapan sistem, keekonomian, serta harus diikuti dengan kemampuan domestik untuk memproduksi industri EBT sehingga Indonesia tidak hanya menjadi importir EBT.

Bagaimana dengan potensi Indonesia dalam renewable energy? Kita ambil contoh potensi pembangkit listrik tenaga air. Sebagai negara yang berada di wilayah khatulistiwa, Indonesia memiliki curah hujan yang sangat tinggi setiap tahunnya sehingga memiliki sumber air yang cukup besar baik itu run off river ataupun bendungan. Indonesia memiliki jumlah aliran sungai (DAS) yang mencapai 458 di Indonesia. Saat musim hujan – yang rata-rata turun pada bulan November hingga Maret – memberikan manfaat tersendiri dalam pengembangan energi alternatif yang bersumber dari air.

Hal ini membuat potensi energi air yang dapat dimanfaatkan Indonesia juga cukup besar. Indonesia memiliki potensi energi air yang potensiaI untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik untuk pembangkit listrik. Sesuai dengan data yang disebutkan dalam RUEN, Indonesia memiliki total potensi PLTA sebesar 75.091 MW. Jadi dari sisi demand maupun supply dalam hal pembangunan pembangkit baru renewable energy menjadi kekuatan Indonesia di tahun 2023.

Perpres No 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik disambut gembira oleh para pengusaha. Perpres ini juga menekankan penghapusan PLTU di Indonesia. Pengaturan pendapatan bagi para pengembang dilihat lebih baik dari sebelumnya. Perpres diharapkan dapat memantapkan transisi energi bersih di Indonesia.

 

Transisi Energi Bersih dan Batubara

Permintaan listrik yang meningkat di Asia Pasifik merupakan peluang besar bagi pengembang energi terbarukan karena tingkat pertumbuhan permintaan, yang diperkirakan dua kali lipat dari wilayah lain, diperkirakan akan menarik investasi senilai 1,8 triliun dolar Amerika, dalam energi bersih selama dekade berikutnya, kata Wood Mackenzie dalam sebuah laporan baru-baru ini. .

Namun, peluang besar untuk investasi dan kemajuan energi terbarukan datang dengan risiko yang berkembang bagi pengembang di tengah masalah rantai pasokan, inflasi biaya, dan peningkatan risiko kebijakan dan pembiayaan, kata Kepala Riset Tenaga & Energi Terbarukan Asia Pasifik WoodMac, Alex Whitworth, dan Yamato Kawamata , Analis Pasar Tenaga Listrik Senior, Riset Tenaga & Energi Terbarukan Asia Pasifik.

Biaya penuh energi terbarukan—termasuk transmisi, penyimpanan baterai, dan unit cadangan gas peaker—berarti bahwa pengembangan energi bersih “ saat ini tidak bersaing dengan batu bara di kawasan ini,” kata perusahaan riset dan konsultan energi tersebut.

Akan ada banyak penghargaan bagi pengembang di sektor energi terbarukan Asia Pasifik, tetapi risiko terhadap investasi dan ekspansi sekarang lebih tinggi daripada sebelum krisis perang COVID dan Ukraina.

“Secara keseluruhan, biaya pembangkitan akan menjadi 650 miliar dolar Amerika lebih setiap tahun selama tiga tahun ke depan – peningkatan dua pertiga dari angka 2021.

Pengguna akhir akan menanggung beban terbesar dari kenaikan ini, dengan daya yang ditetapkan menjadi 27% lebih mahal, atau total 1,7 triliun dolar Amerika lebih selama tiga tahun ke depan hingga 2025,” kata analis WoodMac.

Impor bahan bakar yang lebih mahal akan menghasilkan investasi yang lebih tinggi di pasar tenaga listrik Asia Pasifik. Didukung oleh inflasi harga, sektor ini diperkirakan akan menarik total investasi sebesar 2,9 triliun dolar Amerika dalam dekade berikutnya, dengan energi terbarukan sebagai penerima manfaat utama.

Sebanyak 60% dari investasi yang diperlukan—atau 1,8 triliun dolar Amerika—akan digunakan untuk energi bersih, sebagian besar untuk pengembangan tenaga angin dan surya, menurut Wood Mackenzie.

Namun, “Pengembang energi terbarukan semakin terpapar risiko karena rantai pasokan dan biaya pembiayaan meningkat dan masalah integrasi jaringan memburuk,” kata para analis.

Apalagi, investasi dalam penyimpanan energi saat ini tidak cukup untuk mendukung ekspansi besar-besaran energi bersih yang diharapkan di kawasan Asia Pasifik. Pada akhir dekade ini, tingkat penyimpanan hanya akan mencapai 15% dari beban puncak jaringan, menurut perkiraan WoodMac.

Energi terbarukan diharapkan secara bertahap menggantikan bahan bakar fosil di wilayah tersebut, dengan pangsa angin dan matahari dari pasokan listrik Asia Pasifik mungkin akan melampaui bahan bakar fosil pada tahun 2036.

Pangsa bahan bakar fosil dapat turun dari 67% sekarang menjadi hanya 23% pada tahun 2050, ketika angin dan surya dapat mencapai sebanyak 50% dari catu daya, menurut WoodMac.

Selain kenaikan biaya dan masalah rantai pasokan, ada faktor lain yang dapat memperlambat pertumbuhan energi terbarukan di kawasan ini—prioritas keamanan energi dalam target energi bersih setelah invasi Rusia ke Ukraina dan lonjakan harga energi berikutnya.

Ekonomi terbesar dan paling berpolusi di kawasan ini, China dan India, tidak mengurangi batu bara. Sebaliknya, mereka bertaruh pada lebih banyak pembangkit listrik berbahan bakar batu bara untuk memenuhi permintaan listrik mereka. Misalnya, sektor energi India akan membutuhkan tambahan 28 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2032, badan penasihat Central Electricity Authority (CEA) mengatakan awal bulan ini.

Di Cina, pihak berwenang terus memaksimalkan penggunaan batu bara di tahun-tahun mendatang karena konsumen batu bara utama dunia memenuhi keamanan energinya, meskipun ada janji untuk berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi emisi.

Batu bara akan tetap ada

Kondisi global yang berimbas pada krisis energi dan melonjaknya harga energi menjadi pemicu meningkatnya permintaan batubara global dalam jangka pendek dan menengah. Tahun ini, misalnya, permintaan akan melebihi pasokan, kata pedagang komoditas Noble Resources pada konferensi Coaltrans Asia tahun 2022 di Indonesia, seperti yang dibawakan oleh Argus .

Pembeli dari seluruh Eropa datang untuk menghadiri konferensi Coaltrans di Indonesia. Lebih dari 1.200 orang berkumpul di sebuah hotel di pulau resor Indonesia, Bali, pesannya jelas: batu bara akan tetap ada.

Setelah dua tahun gangguan pandemi, acara industri batubara terkemuka di Asia, Coaltrans, kembali hadir di Bali dengan jumlah peserta yang menurut beberapa peserta mencerminkan apa yang terlihat selama tahun-tahun booming sekitar satu dekade lalu.

Pembeli di seluruh Asia, dan beberapa dari Eropa, datang ke konferensi untuk mencari pasokan batubara yang dapat mereka amankan menjelang musim dingin, karena kekurangan pasokan global dan kekhawatiran keamanan energi yang meningkat mendorong peningkatan permintaan batubara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Batubara tidak pernah kemana-mana. Kami punya 20 tahun lagi dengan batubara, suka atau tidak suka,” kata Ben Lawson, seorang eksekutif Sanaman Coal, di sela Coaltrans ketika ditanya apakah batubara sudah kembali.

Baca juga: Energi Terbarukan Bersaing Dengan Batubara

Para peserta ini berkumpul sebagai patokan batubara Newcastle melonjak menjadi lebih dari 440 dolar Amerika per ton sementara harga patokan batubara Indonesia untuk bulan September ditetapkan pada 319,22 dolar Amrika per ton setelah mencapai rekor 321,59 dolar Amerika per ton pada bulan Agustus.

Negara-negara Barat telah berusaha untuk menjauh dari bahan bakar fosil yang berpolusi dalam beberapa tahun terakhir untuk memangkas emisi karbon, tetapi permintaan batu bara telah melonjak tahun ini karena pemerintah mencoba untuk melepaskan diri dari energi Rusia sambil tetap membatasi harga listrik.

Harga batu bara termal, yang digunakan untuk menghasilkan listrik, telah melonjak ke tingkat rekor sebagai akibat dari perang, yang telah menyebabkan banyak negara Eropa kehilangan akses ke pasokan vital gas alam dan batu bara dari penyedia utama mereka, Rusia.

Pembeli di Eropa dan sekitarnya sekarang berlomba-lomba membayar mahal untuk batu bara dari tambang yang sering terpencil di tempat-tempat seperti Tanzania, Botswana, dan bahkan Madagaskar. Permintaan batu bara yang bangkit kembali, didorong oleh pemerintah yang berusaha untuk melepaskan diri dari energi Rusia sambil tetap membatasi harga listrik, bertentangan dengan rencana iklim untuk beralih dari bahan bakar fosil yang paling berpolusi.

“Pemain Eropa, setelah perang Rusia, pergi ke tempat mana pun yang ada batu baranya,” kata Rizwan Ahmed, direktur pelaksana penambang batu bara Bluesky Minings di Dar es Salaam, Tanzania. “Mereka menawarkan untuk membayar harga yang sangat bagus.”

Pedagang komoditas Cargill telah melihat peningkatan yang nyata dalam pengiriman batu bara ke Eropa dalam beberapa bulan terakhir, kata Jan Dieleman, presiden divisi transportasi laut Cargill, dengan perusahaan mengangkut 9 juta ton batu bara secara global pada periode Juni-Agustus dibandingkan dengan 7 juta per tahun lebih awal.

“Eropa bersaing dengan pembeli lain dan alternatifnya lebih mahal, yaitu gas,” kata Dieleman. “Eropa seharusnya dapat memperoleh batu bara dan kita akan melihat aliran yang sangat kuat ke Eropa dari Kolombia, Afrika Selatan, dan bahkan lebih jauh lagi.”

Penutup

Ibarat sedang mengayun bandul, maka ayunan transisi energi bersih sudah sejak lama dilakukan namun semakin kencang mengayun di tahun 2023. Di Indonesia sejak lama, setidaknya beberapa partner yang menyampaikan keinginannya untuk membangun pembangkit listrik energi terbarukan.

Overseas Environmental Cooperation Center (OECC) adalah perusahaan Jepang yang mendukung perusahaan-perusahaan Indonesia mendapatkan grand untuk pengembangan energi terbarukan.

Joint Credit Mechanism (JCM), lembaga dari Jepang juga ini merupakan kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Jepang. JCM mendorong swasta untuk berinvestasi di proyek-proyek rendah karbon.

Inggris juga membangun program bilateral disebut dengan MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia). Merupakan program empat tahun untuk mengembangkan energi rendah karbon di Indonesia antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Republik Indonesia dengan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Masih banyak lagi institusi maupun perusahaan yang bergerak masuk ke Indonesia untuk membangun investasi rendah karbon.

Transisi energi harus tetap memperhatikan trilema security of supply, sustainability dan affordability. Transisi energi ke EBT merupakan upaya bersama antara PLN, Pemerintah dan semua pihak, sehingga dampak biayanya agar tidak dibebankan hanya pada PLN maupun masyarakat, namun perlu didukung juga oleh Pemerintah maupun lembaga-lembaga donor internasional.

Pada tahun 2023, di atas kertas tidak ada halangan dalam pembangunan renewable energy dalam rangka transisi energi bersih. Kesiapan investor untuk masuk ke Indonesia tidak diragukan lagi. Bank-bank internasional, perusahaan asuransi, private company berduyun-duyun masuk ke Indonesia. Secara global juga sudah terjadi mobilisasi dana untuk transisi menuju green energy.

 

Apakah yang harus dilakukan selanjutnya? Vibizresearch telah melakukan penelitian, juga wawancara dengan berbagai pihak. Sangat diperlukan pada saat ini adalah peran dari profesional untuk menyajikan project-project yang bankable untuk mempercepat terjadinya sales purchase agreement. Field research menyatakan kegagalan investasi terjadi bukan karena kualifikasi proyek, namun karena dokumentasi proyek mesti diangkat ke standar internasional.