Neraca Pemerintah Umum

Komponen Neraca Pemerintahan Umum – Bagian Pertama

(Beritadaerah-Kolom) Neraca pemerintahan umum terdiri atas rangkaian neraca, yaitu neraca produksi, neraca pendapatan yang dihasilkan, neraca alokasi pendapatan primer, neraca distribusi pendapatan sekunder, neraca penggunaan pendapatan disposabel, dan neraca modal.

Setiap neraca tersusun dari beberapa transaksi. Berbagai transaksi pemerintah pada dasarnya terdiri atas transaksi yang meningkatkan kekayaan neto yang mengarah ke agregat yang disebut pendapatan (revenue) dan transaksi yang mengurangi nilai kekayaan neto yang mengarah ke agregat yang disebut pengeluaran (expense).

Pendapatan pemerintah umumnya didominasi oleh pungutan wajib dalam bentuk pajak dan kontribusi sosial. Selain itu, sumber utama pendapatan juga dapat berasal dari hibah (transfer dari unit pemerintah lainnya dan organisasi internasional) untuk beberapa tingkat pemerintah.

Sementara itu, transaksi pengeluaran yang berupa belanja merupakan pengurang kekayaan neto. Dalam penyajian transaksi keuangan pemerintah dalam bentuk neraca, konsep biaya yang didefinisikan mencakup seluruh pengeluaran yang dibuat pemerintah, baik yang tercatat pada neraca berjalan maupun pada neraca modal.

Berbagai transaksi baik yang meningkatkan dan mengurangi kekayaan neto menghasilkan nilai agregat dan item penyeimbang pada setiap neraca. Agregat dan item penyeimbang digunakan untuk menilai penggunaan sumber daya dalam memproduksi jasa individu dan jasa kolektif, keperluan mengumpulkan pajak dan pendapatan lain, kemampuan untuk meminjam dan membayar kembali hutang, serta keberlanjutan operasi pemerintah pada berbagai tingkat pemerintahan.

Transaksi neraca pemerintahan umum pada publikasi ini dinilai atas dasar harga berlaku. Neraca pemerintahan umum disajikan dan dianalisis tahun 2016-2021. Terdapat delapan komponen neraca pemerintahan umum. Namun yang akan dibahas pada tulisan ini, yaitu output nonpasar, kompensasi pegawai, Pendapatan Nasional Bruto.

Output Pemerintah

Output pemerintah merupakan output non-pasar yang terdiri atas barang dan jasa kolektif atau individu yang dihasilkan oleh pemerintah. Output pemerintah merupakan penjumlahan dari konsumsi antara dan nilai tambah bruto pemerintah.

Konsumsi antara terdiri atas nilai barang dan jasa yang dikonsumsi sebagai input dalam proses produksi, tidak termasuk aset tetap. Konsumsi antara terdiri dari belanja barang dan jasa dan bantuan sosial.

Di sisi lain, Nilai Tambah Bruto (NTB) pemerintah hanya terdiri atas kompensasi pekerja (belanja pegawai) dan konsumsi barang modal tetap. Adapun output non-pasar pemerintah tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 secara umum mengalami tren positif atau meningkat setiap tahunnya.

Output pemerintah tahun 2016 sebesar Rp1.283 triliun dan terus meningkat menjadi Rp1.763 triliun pada tahun 2021. Peningkatan output non-pasar ini dikarenakan komponen penyusun output yang meningkat pula.

Jika dilihat dari pertumbuhannya (growth), pertumbuhan output pemerintah yang paling tinggi terjadi pada tahun 2018 dengan nilai pertumbuhan sebesar 11,02 persen.

Di sisi lain, pertumbuhan output paling kecil terjadi pada tahun 2019 sebesar 2,36 persen, dengan nilai output tahun 2018 sebesar Rp1.491 triliun meningkat menjadi Rp1.526 triliun pada tahun 2019. Pertumbuhan output yang paling kecil tersebut searah dengan penurunan realisasi belanja negara pada tahun 2019.

Di sisi lain, jika ditinjau proporsi dari komponen penyusun output pemerintah yang terdiri dari konsumsi antara dan nilai tambah bruto, secara umum komponen penyusun output pemerintah yang paling besar adalah komponen Nilai Tambah Bruto (NTB).

Setelah pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai output pemerintah dan komponen penyusunnya, kali ini akan dianalisis mengenai komponen komponen neraca pemerintahan umum terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB).

Adapun komponen-komponen neraca pemerintahan umum yang dianalisis adalah pengeluaran konsumsi pemerintah, kompensasi pegawai, subsidi, tabungan, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Ditinjau dari nilai total PDB, secara umum nilai PDB mengalami kenaikan setiap tahunnya kecuali tahun 2020 yang mengalami penurunan. Nilai PDB atas dasar harga berlaku pada tahun 2020 sebesar Rp15.438.018 miliar, lebih rendah dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp15.832.657 miliar.

Penurunan ini dikarenakan adanya pandemi Covid 19 yang berdampak bagi seluruh sektor tidak terkecuali dengan perekonomian Indonesia. Pada tahun 2021, PDB atas dasar harga berlaku kembali meningkat dengan nilai sebesar Rp16.970.789 miliar.

Kompensasi Pegawai

Kompensasi pegawai pemerintahan umum mengalami pertumbuhan setiap tahun. Pada tahun 2021, kompensasi pegawai pemerintah umum sebesar Rp. 870,699 triliun atau mengalami pertumbuhan 0,36 persen (y on y), naik dibanding pertumbuhan tahun 2020 sebesar 6,34 persen.

Pertumbuhan kompensasi pegawai tahun 2021 mengalami perlambatan sejalan dengan upaya pengendalian belanja pegawai untuk mendukung penanganan pandemi COVID-19 dengan tetap menjaga daya beli aparatur pemerintah. Kebijakan yang diambil adalah pemberian THR dan Gaji ke-13 yang tidak termasuk komponen tunjangan kinerja serta kebijakan untuk pejabat negara dan pejabat pada tingkat tertentu.

Pertumbuhan kompensasi pegawai tertinggi selama 2016-2021 terjadi pada tahun 2018 sebesar 9,88 persen (y-on-y). Perluasan pemberian gaji ke-13 menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan tersebut (Kemenkeu, 2019).

Sementara itu, pertumbuhan kompensasi pegawai tahun 2020 dipengaruhi oleh kenaikan tunjangan kinerja di beberapa K/L dalam kerangka penerapan reformasi birokrasi dan kenaikan iuran PBI Jaminan Kesehatan Nasional.

Rata-rata persentase kompensasi pegawai pemerintahan umum terhadap PDB nasional sebesar 5,25 persen tahun 2016- 2021.

Persentase terendah terjadi pada tahun 2017 sebesar 5,13 persen. Sementara itu, persentase tertinggi pada tahun 2021 sebesar 5,62 persen.

Meskipun peranan kompensasi pegawai sektor pemerintahan umum dalam menciptakan nilai tambah bruto/PDB nasional belum cukup besar, belanja pegawai sebagai penyusun komponen kompensasi pegawai merupakan salah satu jenis belanja yang memiliki peranan penting dalam mendorong pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah.

Berdasarkan tingkat pemerintah, lebih dari 50 persen kompensasi pegawai pemerintah umum adalah kompensasi pegawai pemerintah daerah selama tahun 2016-2021.

Hal ini dipengaruhi jumlah ASN pemerintah daerah sebanyak kurang lebih tiga kali lipat jumlah ASN pemerintah pusat. Pada tahun 2018, persentase kompensasi pegawai pemerintah daerah terhadap pemerintahan umum tertinggi yaitu sebesar 54,79 persen.

Pendapatan Nasional Bruto

Item penyeimbang pada neraca alokasi pendapatan primer adalah pendapatan primer atau Pendapatan Nasional Bruto (PNB). Neraca alokasi pendapatan primer menunjukkan bagian akhir dari distribusi pendapatan primer, yang terdiri dari surplus usaha atau pendapatan campuran sebagai sumber. Pada setiap sektor, neraca ini mencatat kompensasi tenaga kerja, pajak atas produksi dan impor (dikurang subsidi) yang diterima oleh rumah tangga dan pemerintah, serta pendapatan kepemilikan yang diterima dan dibayar.

Secara umum, kondisi pajak atas produksi dan impor dikurang subsidi tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 mengalami tren yang positif (meningkat), hanya tahun 2020 yang mengalami penurunan. Tentunya penurunan pajak atas produksi dan impor ini sebagai dampak dari adanya pandemi COVID-19 yang memperburuk perekonomian Indonesia.

Secara umum PNB pemerintahan umum mengalami peningkatan dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2019 dan mengalami penurunan pada tahun 2020. Kemudian, pada tahun 2021 nilai PNB kembali mengalami penigkatan.

Nilai PNB yang paling tinggi terjadi pada tahun 2019 sebesar Rp852 triliun. Adapun nilai PNB paling kecil terjadi pada tahun 2016 dengan nilai Rp582 triliun. Jika dilihat dari pertumbuhannya, kenaikan nilai PNB paling tinggi terjadi pada tahun 2017 dengan pertumbuhan sebesar 19,06 persen.

Adapun tahun 2020 merupakan satu-satunya tahun yang mengalami kontraksi sebesar 22,64 persen dibanding tahun sebelumnya dengan nilai PNB sebesar Rp659 triliun. Turunnya nilai PNB adalah dampak pandemi COVID-19 yang memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.

Pada tulisan bagian kedua akan dilanjutkan pembahasan Neraca Pemerintahan Umum mengenai pendapatan disposabel, pengeluaran konsumsi akhir pemerintah, tabungan bruto, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), dan net lending/net borrowing.