(Beritadaerah-Kolom) Mimpi Papua menjadi mandiri dengan kopi ada dalam pikiran saya ketika melihat anak-anak muda Papua. “Oni, kau mau kopi apa? Ah saya suka kopi susu saja!” Oh tidak suka kopi pahit? Tidak, saya tidak suka.” katanya. Ini pembicaraan saya dengan Oni anak Papua dari kabupaten Intan Jaya. Oni anak suku Moni datang ke pulau Jawa untuk sekolah di SMA Sekolah Anak Indonesia (SAI) Sentul Bogor.
Kepala Sekolah SMA SAI yang membimbing Oni untuk mengenal budi daya kopi. Bersama tiga orang kawannya mereka mencoba mengenal tentang kopi Papua yang rasanya enak seperti rasa buah yang unik.
“Bagaimana mulainya pak?” tanya Yanto – nama Kepala Sekolah – kepada saya. Sebuah tugas yang menantang memang. Intan Jaya kaya akan kopi nya, kopi alami yang tidak tersentuh oleh polusi udara, ditanam di tanah yang bebas dari sampah kimia, pasti dicari banyak orang.
Namun bagaimana mulainya? Pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh orang yang berkecimpung di dunia kopi itu sendiri.
Oni, mewakili suku Moni, sukunya belum menanam kopi. Kopi Intan Jaya sudah bertumbuh sebagai tanaman hutan. Sekarang ini kopi dari hulu ke hilir “making money.” Saran seorang pedagang kopi besar, “ajari Oni bagaimana menyiapkan kopi hingga green bean.”
Baca Juga : Potensi Anak Muda Papua harus Diberdayakan untuk Papua Mandiri
Bahasa kerennya dikenal dengan coffee processing. Rupanya dari memetik buah kopi sampai ke cangkir kopi, melalui 4 proses besar, harvesting, processing, roasting, brewing. Proses harvesting hasilnya cherry coffee atau buah kopi yang merah warnanya. Coffee processing tahap selanjutnya yang menghasilkan green bean. Buah kopi yang merah melalui proses ini sudah berubah menjadi green bean. Ini adalah buah kopi yang merah sudah hilang kulitnya dan menjadi biji kopi berwarna hijau, yang di green bean. Sudah siap diminum? Tunggu dulu, harus digoreng terlebih dahulu atau melewati proses roasting. Hasil dari roasting adalah rasted bean, biji kopi berwarna coklat atau hitam tergantung tingkat kematangan yang disukai. Nah sekarang hampir siap diminum namun perlu jadi bubuk dulu, tapi rasanya tergantung Grind Size Kopi dan berbagai metode menyeduhnya atau brewing.
Membawa kopi green bean dari Sugapa – ibukota Intan Jaya – ke Jakarta itu ongkos kirimnya cukup mahal. “Satu kilogram, bisa kena ongkos kirim hingga 200 ribu rupiah” kata kawan pengusaha yang berusaha memajukan kopi Intan Jaya. Karena itu penting sekali petani kopi mengerti proses kopi yang benar. “Lalu apa yang harus saya lakukan?” tanya Oni.
Saya coba membantu kepala sekolah menjawab pertanyaan Oni. Perkenalan kami dengan seorang pengusaha kopi membuka wawasan mengenal langkah-langkahnya. “Kau harus belajar langkah-langkah coffee processing.”
Kekayaan alam yang melimpah saja tidaklah cukup untuk membawa kesejahteraan daerah. Pesan ini perlu ditangkap oleh anak-anak muda seperti Oni. Manusia yang tinggal disana harus memiliki kemampuan. Oni diajari bahwa coffee processing memiliki beberapa tahap dan metode.
Metode Wash
Metode ini adalah cara paling umum dalam mengolah biji kopi, dan melibatkan serangkaian langkah yang menghasilkan rasa murni yang nikmat.
Pertama, buah kopi yang baru dipanen disortir berdasarkan kematangannya, dan buah kopi yang rusak atau mentah dibuang. Kemudian, buah dikeluarkan dari bijinya dalam waktu 24 jam setelah panen menggunakan mesin depulping. Proses ini meninggalkan lapisan lengket yang disebut lendir pada biji kopi.
Berikutnya adalah fermentasi, dimana biji kopi dimasukkan ke dalam tangki air hingga 72 jam. Selama waktu ini, enzim alami memecah lapisan lendir yang tersisa, menghasilkan biji yang bersih dan halus. Biji kopi kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan sisa kotoran sebelum dikeringkan di bawah sinar matahari atau dengan pengering mekanis.
Kopi yang dicuci memberikan rasa cerah dan renyah yang menonjolkan cita rasa unik dari masing-masing asal. Dengan menghilangkan rasa yang tidak diinginkan dari biji kopi, metode ini memungkinkan ekspresi murni dari karakteristik alaminya.
Metode Natural
Bagaimana sebenarnya proses kopi alami itu? Ya, dimulai dengan memanen buah kopi yang sudah matang dari semak atau pohon. Daripada langsung mengeluarkan buah dari bijinya, seperti pada metode pengolahan lainnya, seluruh buah ceri dibiarkan utuh dan dijemur.
Buahnya berfermentasi dan memberikan rasa pada biji saat dikeringkan. Setelah benar-benar kering, buah dikeluarkan untuk memperlihatkan biji dengan profil rasa buah dan manis yang khas.
Beberapa orang mungkin menganggap profil rasa ini mengejutkan karena berbeda dari apa yang biasanya kita kaitkan dengan kopi. Namun itulah yang membuat kopi olahan alami begitu istimewa – kemampuannya menampilkan cita rasa unik yang tidak dapat ditemukan pada metode pengolahan lainnya.
Metode Honey
Cara unik dalam mengolah buah kopi ini adalah dengan membuang kulit dan buahnya, namun menyisakan lapisan tipis lendir lengket pada bijinya. Saat biji mengering, lendir ini berfermentasi dan menghasilkan rasa manis seperti sirup dengan tingkat keasaman sedang yang benar-benar unik.
Jadi bagaimana cara kerjanya? Selama proses dengan metode honey, buah kopi dihilangkan ampasnya tetapi tidak dicuci, sehingga masih ada beberapa buah yang tertinggal di dalam biji. Jumlah lendir yang tersisa pada biji dapat bervariasi dari “white honey” (sedikit atau tidak ada lendir sama sekali) hingga “black honey” (hampir semua sisa lendir). Variasi lendir ini menghasilkan profil dan intensitas rasa yang berbeda.
Menurut pengalaman saya, hal yang paling menarik dari kopi olahan honey adalah kemampuannya menciptakan aroma rasa yang unik. Tergantung pada tingkat lendir yang tersisa pada biji, kalau beruntung mungkin merasakan sedikit rasa gula merah, coklat, atau bahkan buah-buahan tropis. Dan karena setiap batch berbeda, setiap cangkir adalah sebuah petualangan!
“Wow enak sekali!” kata Rori anak Asmat teman Oni. Rori menghabiskan satu cangkir kopi dengan metode wine. “Wah ada lagi ya metode wine?” Pengusaha kopi teman saya dengan sabar mengajari kembali metode pasca panen yang hasilnya beraroma wine.
Baca juga : Ulat Sagu Makanan Papua Yang Kaya Akan Nutrisi
Rori, Oni, Ben, Mario, memang beruntung mendapatkan kesempatan bagaimana mengolah kopi. Banyak anak-anak muda Papua tidak memiliki kesempatan seperti mereka. Harapannya mereka akan menjadi seperti api kecil yang akan membakar sekelilingnya. Mimpi Papua mandiri membutuhkan sumber daya manusia yang dapat mengolah kekayaan alamnya sendiri.
Perjalanan untuk memiliki manusia Papua mandiri, yang sanggup mengelola kekayaan alamnya sedang dimulai. Akan berapa lamakah mereka dapat mandiri? Ini pertanyaan saya setiap memandang mereka. Tiba-tiba Oni mengagetkan saya. “Abang, kalau libur nanti, saya ingin magang di perusahaan pengelolaan kopi, bisakah?” tanya Oni. “Tentu bisa!” jawab saya bersemangat.
Setitik kecil api akan sanggup menjadi besar, tak kenal lelahnya para guru yang mengajar, akan menyalakan api itu. “Pahlawan tanpa tanda jasa ya bu!” saya sampaikan kepada seorang guru. Ibu guru tersenyum pada saya, cintanya pada anak-anak didik akan membawa perubahan, seperti saya pernah alami dan saya percaya, “love never fail!”