(Beritadaerag-Kolom) Desa merupakan salah satu basis dan sumber kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah telah mengatur Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sejak tahun 1979, yaitu melalui Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Desa sebagai unit pemerintahan terkecil sudah saatnya mengambil peranan yang cukup besar dalam pembangunan. Jika pembangunan telah dimulai dari setiap unit desa tersebut, maka tujuan tercapainya pembangunan yang adil dan merata akan lebih mudah terwujud. Desa diharapkan tidak hanya mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetapi juga mampu menyelenggarakan pelayanan administrasi desa dengan baik serta dapat mengelola keuangan desa dengan baik dan tertib.
Terbitnya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kebijakan yang telah memberikan pengakuan keragaman pada lokalitas, sekaligus membuka ruang bagi tumbuhnya desentralisasi dan demokrasi desa, meskipun fokus otonomi daerah masih diletakkan di Kabupaten/Kota. Secara normatif desa tidak lagi dipandang sebagai bentuk pemerintahan terendah di bawah kecamatan, melainkan sebagai kesatuan masyarakat hukum. Implikasinya adalah desa berhak membuat regulasi sendiri untuk mengelola barang-barang publik dan kehidupan desa, sejauh belum diatur oleh kabupaten.
UU No. 32/2004 tersebut juga telah mendorong proses demokratisasi di tingkat desa. Masyarakat desa sekarang jauh lebih kritis menuntut kinerja Kepala Desa yang lebih akuntabel dan transparan dalam mengelola kebijakan dan keuangan desa. Kelahiran Badan Perwakilan Desa (BPD) menjadi aktor baru pendorong demokrasi, yang mengurangi dominasi “penguasa tunggal” Kepala Desa. Setiap tahun, Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) melalui musyawarah dan mufakat perwakilan masyarakat desa dalam Lembaga Musyawarah Desa (LMD).
Profil Kepala Desa
APBDesa merupakan rencana operasional tahunan dari program umum Pemerintah Desa yang dijabarkan dan diterjemahkan dalam angka-angka rupiah, yang di satu pihak mengandung perkiraan target penerimaan, dan di lain pihak mengandung perkiraan batas tertinggi pengeluaran keuangan desa. Pemerintah sudah mengeluarkan permendagri No 20 tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan desa sebagai acuan pemerintah desa dalam mengelola keuangannya. Pemerintah juga menerbitkan UU desa yaitu UU No 6 tahun 2014 dengan tujuan agar pemerintah desa lebih memiliki posisi yang penting dalam pembangunan.
Sebagai ujung tombak pemerintahan di desa, maka peran Kepala Desa menjadi sangat penting. Keberadaan Kepala Desa akan menjadi perencana, pengambil kebijakkan, dan penentu prosess pembangunan. Melihat begitu pentingnya peran Kepala Desa, maka perlu dilihat bagaimana profil dan kapasitas Kepala Desa tersebut. Berdasarkan hasil survei tahun 2021, diperoleh informasi bahwa secara nasional, 94,24 persen Kepala Desa adalah laki-laki. Dengan demikian, kontribusi wanita dalam memimpin desa masih relatif rendah yaitu hanya 5,76
persen. Kontribusi wanita dalam memimpin desa tertinggi ada di Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku masing-masing sebesar 21,83 dan 11,75 persen, diikuti Provinsi Gorontalo (10,65 persen). Selain tiga provinsi ini, persentase jabatan Kepala Desa yang diisi perempuan masih di bawah 10 persen.
Selanjutnya, Kepala Desa yang sedang menjabat pada tahun 2021 sebagian besar merupakan hasil pemilihan antara tahun 2017-2021 yaitu 65,73 persen. Sedangkan Kepala Desa yang sudah mulai menjabat antara 2012-2016 mencapai 26,23 persen, yang artinya, 26,23 persen Kepala Desa sudah menjabat dua periode. Sisanya, sebanyak 8,04 persen Kepala Desa sudah menjabat sebelum 2012. Salah satu faktor pendukung produktivitas kerja adalah usia. Pada usia usia tertentu manusia akan mengalami masa keemasan produktivitasnya. Jika dilihat dari kelompok umurnya, maka sebagian besar Kepala Desa masuk dalam kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 42,90 persen, sedangkan kelompok terbesar berikutnya berusia 51-60 tahun (30,51 persen).
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ketokohan Kepala Desa yang berusia kurang dari 31 tahun masih relatif kecil, begitu pula dengan Kepala Desa yang berusia lebih dari 60 tahun. Keterwakilan kedua kelompok umur tersebut masih dibawah 10 persen, yaitu 5,25 persen untuk Kepala Desa dengan usia diatas 60 tahun dan 1,94 persen Kepala Desa dibawah 31 tahun.
Ditinjau dari tingkat pendidikannya, 57,54 persen Kepala Desa di Indonesia berpendidikan SMA. Untuk tingkat pendidikan S-1/S-2/S-3 ada sekitar 25,45 persen. Dengan kata lain, 82,99 persen Kepala Desa memiliki tingkat pendidikan minimal SMA. Provinsi Kepulauan Riau memiliki persentase tertinggi untuk Kepala Desa dengan pendidikan SMA sederajat, yaitu 76,81 persen. Sedangkan Provinsi Gorontalo memiliki persentase tertinggi Kepala Desa yang berpendidikan Sarjana S1/D IV, yaitu sebesar 44,75 persen. Secara nasional, masih ditemukan desa-desa tertentu yang Kepala Desanya masih berpendidikan dibawah SMA yaitu sebesar 17,01 persen. Bahkan beberapa provinsi masih memiliki Kepala Desa yang tingkat pendidikannya dibawah SMA. dengan persentase yang cukup besar, yaitu Papua Barat 58,47 persen dan Papua 33.47 persen. Hal ini tentu terkait erat dengan sumber daya manusia yang tersedia di desa tersebut yang memang masih berpendidikan minim.
Keuangan Pemerintah Desa
APBDesa merupakan bukti otoritas Pemerintah Desa dalam membiayai roda pemerintahan, APBDesa tahun anggaran berikutnya sudah harus dibuat dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa pada tahun berjalan. APBDesa merinci seluruh Pendapatan dan Belanja baik rutin maupun pembangunan sebagai pencerminan rencana kegiatan yang akan dilakukan secara bersama-sama oleh aparat dan masyakarat desa.
Jika dilihat dari APBDesa 2020, maka pendapatan ditargetkan meningkat dari realisasi pendapatan seluruh Pemerintah Desa selama 2020. Secara umum realisasi Pendapatan dan Belanja Desa Tahun 2020 dan APBDesa 2021 menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan desa berasal dari pendapatan
transfer, tercatat sebesar 117.689 miliar rupiah atau sebesar 96,60 persen pada tahun 2020 sedangkan pada tahun 2021 sebesar 120.820 miliar rupiah atau sebesar 96,75 persen dari penerimaan desa. Serupa dengan pendapatan, belanja Pemerintah Desa pada APBDesa 2021 juga ditargetkan meningkat. Dari sisi belanja, pengeluaran desa pada tahun 2020 dan 2021 lebih banyak digunakan dalam bidang pelaksanaan pembangunan desa yaitu sebesar 41.889 miliar rupiah pada tahun 2020 dan 43.650 miliar rupiah pada tahun 2021. Bidang penyelenggaraan pemerintah desa juga mempunyai peranan yang cukup besar yaitu sebesar 39.975 miliar rupiah dan 43.354 miliar rupiah pada tahun 2020 dan tahun 2021.
Salah satu indikator untuk melihat kemampuan desa dalam menyelenggarakan rumah tangganya adalah tingkat optimalisasi Pemerintah Desa dalam menggali sumber dana potensial yang ada di desa yang tercermin dari pendapatan asli desa. Semakin tinggi kontribusi pendapatan asli desa (PADesa) terhadap total penerimaan desa, maka semakin tinggi tingkat kemandirian desa/nagari tersebut. Kontribusi PADesa 2021 terhadap total penerimaan desa mengalami sedikit peningkatan dibanding PADesa 2020, yaitu dari 2,56 persen menjadi 2,59 persen. Dana Desa dan Alokasi Dana Desa mempunyai kontribusi besar dalam pendapatan transfer. Dana Desa merupakan program pemerintah pusat untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Pada tahun 2020, Dana Desa mempunyai kontribusi sebesar 59,44 persen dan naik menjadi 60,32 persen pada tahun 2021.
Pengeluaran Pemerintah Desa secara garis besar dapat dibagi dalam lima bidang yaitu bidang penyelenggaran pemerintah desa, bidang pelaksanaan pembangunan desa, bidang pembinaan masyarakatan, bidang pemberdayaan masyarakat dan bidang tak terduga. Dilihat dari kontribusinya, pada tahun 2020 dan 2021 bidang pelaksanaaan pembangunan desa memberikan kontribusi terbesar, masingmasing sebesar 34,36 dan 34,93 persen. Bidang penyelenggaraan pemerintahan desa berada pada urutan kedua yaitu sebesar 32,79 persen pada tahun 2020 dan 34,69 persen pada tahun 2021. Bidang Belanja Tak Terduga berada pada bidang ketiga yang mempunyai kontribusi besar. Selanjutnya, bidang yang mempunyai kontribusi terkecil tahun 2020 adalah bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu sebesar 4,33 persen. Sedangkan Bidang Pembinaan Kemasyarakat dianggarkan sebagai bidang dengan kontribusi terkecil untuk tahun 2021.