(Beritadaerah-Kolom) Indonesia memiliki kekayaan EBT – Energi Terbarukan yang besar dalam berbagai sumber alam. Presiden Jokowi dalam pidatonya di banyak tempat sering membanggakan kekayaan Indonesia dalam energi terbarukan. Presiden menyebutkan kekayaan itu meliputi energi air, matahari, angin, panas bumi, gelombang laut, dan masih banyak lagi jenis yang lain.
Kalau kita melihat apa yang akan dihasilkan dari sungai-sungai di Indonesia untuk energi terbarukan sangat menakjubkan.
Potensi tenaga air di Indonesia menurut Hydro Power Potential Study (HPPS) pada tahun 1983 adalah 75.000 MW, dan angka ini diulang kembali pada Hydropower Inventory Study pada tahun 1993.
Namun pada laporan Master Plan Study for Hydro Power Development in Indonesia oleh Nippon Koei pada tahun 2011, potensi tenaga air setelah menjalani screening lebih lanjut adalah 26.321 MW, yang terdiri dari proyek yang sudah beroperasi (4.338 MW), proyek yang sudah direncanakan dan sedang konstruksi (5.956 MW) dan potensi baru (16.027 MW).
Saya juga akan selalu bangga mendengar akan hal ini, sekarang bagaimana merealisasikannya? Merealisasikan kekayaan alam Indonesia menjadi kesejahteraan untuk penduduknya adalah sebuah tantangan yang sekarang dihadapi oleh Indonesia di energi terbarukan. Sungai-sungai itu letaknya berada di hutan rimba dengan perjalanan yang tidak mudah untuk mencapainya.
Bagaimana sekarang mengubahnya menjadi pembangkit tenaga listrik? Bagaimana dengan perijinannya? Orang Indonesia punya kemampuan tidak untuk membangunnya? Bagaimana dengan kebutuhan dana untuk membangunnya ? Bagaimana menjual tenaga listriknya, yang jauh dari rumah penduduk? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sederhana.
Jawabannya menjadi jalan bagaimana kekayaan alam di EBT terwujud menjadi kesejahteraan masyarakat.
Sederhana bagaimana proses aliran sungai menghasilkan energi listrik. Sungai yang mengalirkan air yang deras itu memiliki tenaga yang kuat dan kekuatannya bisa menggerakan turbine yang menghasilkan energi listrik. Teknologi yang ada sekarang bisa menggunakan run-of-river dan teknologi bendungan. Indonesia memiliki sungai-sungai yang berpotensi untuk keduanya.
Baca juga :Energi Terbarukan adalah Masa Depan Dunia pada Paska Pandemi
Perijinannya memang cukup banyak dan perlu waktu 30 bulan untuk sampai siap dibangun. Mulai dari Izin Prinsip (Bupati), Rekomendasi BPN (Daerah), Rekomendasi Tidak Tumpang Tindih (Distamben), Izin Penanaman Modal (BKPMD)Izin Lokasi (Bupati), Izin Lingkungan (BLHD), Pembebasan Lahan & Sertifikat HGU, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Izin Prinsip Penanaman Modal (BKPM), Rekomtek SIPPA & Konstruksi Bangunan Air (BBWS), Site Visit & KKO/KKF (PLN).
Penetapan Badan Usaha Sebagai Calon Pengembang PLTA (PLN) Izin SIPPA & Konstruksi Bangunan Air (PUPR), Penetapan Pengelola Tenaga Air (ESDM-EBTKE), Izin Usaha Pengelolaan Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS) EBTKE Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL/PPA) PLN, Izin Usaha Pengelolaan Tenaga Listrik (IUPTL) EBTKE.
Kemampuan untuk membangun sekarang ini semakin bertambah di Indonesia. Tenaga ahli Indonesia banyak yang sudah berhasil dalam membangun Pembangkit Listrik Mini Hydro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Dengan bantuan universitas dan juga berbagai lembaga donor dari negara maju, telah diberikan bantuan untuk mampu menangani akan hal ini.
Ada cerita tentang bagaimana lulusan STM dari Sukabumi mampu memasang turbine dengan presisi yang tepat. Cerita ini disampaikan di depan Presiden Jokowi saat meresmikan PLTA di Sulawesi. Akan semakin bertambah sebab masuknya perusahaan-perusahaan asing ke Indonesia.
Tantangan besar mengembangkan kekayaan EBT sekarang ini adalah kebutuhan dana untuk membangunnya. Banyak lembaga keuangan dalam negeri yang belum berani mengambil resiko.
Bisnis model untuk proyek-proyek seperti ini masih langka. Kebanyakan bank dalam negeri menolak untuk membiayai karena alasan ini. Namun masih ada banyak investor luar negeri yang berani ambil resiko karena sudah memiliki pengalaman. Bank-bank internasional juga lebih berani untuk memberi kredit.
Tantangan penggunaan lembaga keuangan internasional adalah standar legal yang sulit dipenuhi oleh perusahaan dalam negeri. Bisa dipenuhi hanya memerlukan waktu yang cukup panjang. Namun paling memungkinkan dijalankan saat ini. Proses legal memang sama dengan proses due diligence dari aspek legal proyeknya. Proses ini bisa meminta waktu hingga 24 bulan. Perlu tahan banting kata Presiden Jokowi mengeluhkan lamanya proses persiapan pembangunan pembangkit listrik ini.
Secara teknis pembangkit listrik tenaga air ini kebanyakan berada jauh dari gardu PLN, pembangunan jaringannya memerlukan investasi tersendiri lagi. Tantangan ini dihadapi dengan tarif pembelian dari PLN yang masih menjanjikan return yang memuaskan investor.
PLN adalah satu-satunya offtaker untuk listrik dari energi baru dan terbarukan. Pengelolaan PLN untuk menjadi Badan Usaha Milik Negara yang senantiasa menguntungkan adalah sebuah tantangan.
Serangkaian proses untuk mewujudkan kekayaan EBT Indonesia menjadi kesejahteraan masyarakat membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran yang banyak. Diperlukan dukungan dari pemerintah dalam hal ini adalah PLN dan berbagai institusi lainnya untuk dapat mewujudkannya.
Dampak yang terjadi bagi masyarakat dan negara apabila terwujud energi baru dan terbarukan akan sangat besar, terutama untuk daerah-daerah di Indonesia akan mendapatkan sumber energi yang memungkinkan aktifitas ekonomi yang meningkat.
Penerangan akan memungkinkan pendidikan lebih cepat lagi, dan energi memungkin masuknya internet ke daerah-daerah dan terciptanya industri bagi peningkatan ekonomi.