Listrik
Ilustrasi Pembangkit Listrik (Photo: Kementrian ESDM)

Rencana Pengembangan Listrik Di Maluku Utara

(Beritadaerah-Kolom) Sistem tenaga listrik di Provinsi Maluku Utara terdiri dari 7 sistem tenaga listrik dengan beban diatas 3 MW yaitu Sistem Ternate-Tidore, Tobelo-Malifut, Jailolo, Sofifi, Bacan, Sanana dan Daruba. Selain itu juga terdapat 32 unit pusat pembangkit skala yang lebih kecil di lokasi tersebar.

Beban puncak gabungan (non coincident) sistem-sistem tenaga listrik di Provinsi Maluku Utara saat ini sekitar 100,9 MW, dipasok oleh PLTMG, PLTD tersebar dan PLTS yang terhubung langsung ke sistem distribusi 20 kV. Sebagian sistem yang lebih kecil terhubung langsung ke jaringan tegangan rendah 220 Volt. Beberapa sistem dengan beban terbesar di Maluku Utara. Penjualan sejak tahun 2011-2020 tumbuh rata-rata sebesar 10,9%.

Sistem terbesar di Maluku Utara adalah Sistem Ternate-Tidore dimana sistem ini memiliki pasokan pembangkit sekitar 70,0 MW dengan daya mampu 52,8 MW dan beban puncak 36,2 MW.

Kota Ternate merupakan kota terbesar di Provinsi Maluku Utara dan mempunyai populasi penduduk terbesar di provinsi ini. Kekayaan alam Provinsi Maluku Utara banyak berupa tambang nikel, konsentrat dan lumpur anoda, dan emas yang terdapat di Pulau Halmahera yang diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi di daerah sekitarnya. Sofifi yang berada di Pulau Halmahera dan merupakan ibukota Provinsi Maluku Utara, diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi di daerah sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi provinsi ini cukup tinggi dan dalam lima tahun terakhir dari tahun 2015 hingga tahun 2019 mencapai rata-rata 6,5% per-tahun.

Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik

Sesuai rencana pemerintah, Maluku Utara, khususnya Halmahera akan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Program utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah pengembangan industri pengolahan tambang yaitu emas, ferro nikel dan industri hilirnya untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi. Industri pertambangan juga tersebar di lokasi lain seperti Kepulauan Sula, Pulau Taliabu dan Kepulauan Tidore. Jumlah perusahaan tambang yang telah mencapai tahap operasi produksi saat ini sekitar 103 perusahaan tambang.

Selain industri pertambangan, semakin tingginya angka permintaan penyambungan listrik berasal dari industri pertanian, perikanan serta industri pariwisata. Khusus untuk industri pariwisata di Provinsi Maluku Utara, Pulau Morotai yang menjadi salah satu dari sepuluh lokasi program pengembangan destinasi wisata prioritas oleh pemerintah. Diharapkan dukungan pemerintah dapat mendorong ekonomi tumbuh lebih cepat dan kebutuhan listrik juga akan meningkatkan lebih tinggi. Selain itu, PLN juga telah mempertimbangkan rencana Lumbung Ikan Nasional di Provinsi Maluku Utara dalam proyeksi pertumbuhan listrik.
Berdasarkan realisasi penjualan tenaga listrik PLN dalam lima tahun terakhir dan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya pandemi Covid-19 terjadi, pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan rasio pelanggan rumah tangga berlistrik PLN di masa datang. Rencana pembangunan sarana sistem tenaga listrik meliputi pembangkit, transmisi dan distribusi di Provinsi Maluku Utara dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi energi primer, lokasi beban, serta kondisi geografis setempat, sebagai berikut.

Potensi Sumber Energi

Di Pulau Halmahera terdapat beberapa potensi energi bioenergi dan energi panas bumi yang cukup besar yaitu mencapai 30 MW yang dapat dikembangkan menjadi PLTP Jailolo, di Telaga Ranu dengan cadangan terduga sebesar 10 MWe dan Gunung Hamiding sebesar 220 MWe. Di Pulau Bacan juga terdapat potensi sumber panas bumi yaitu di Songa Wayaua, namun tidak terlalu besar. Sumber energi primer lainnya adalah tenaga air namun tidak besar dan hanya dapat dikembangkan menjadi PLTM untuk melayani kebutuhan listrik masyarakat setempat. Terdapat pula potensi energi surya yang cukup baik di Pulau Halmahera dan Pulau Morotai yang dapat dimanfaatkan untuk melistriki sistem- sistem di lokasi tersebut.

Pengembangan Pembangkit

Kondisi sistem tenaga listrik 150 kV Ternate – Tidore saat ini tanpa cadangan yang memadai, sedangkan beban puncak sistem diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi. Untuk mengatasi kondisi jangka pendek tersebut, di sistem Ternate – Tidore telah beroperasi mobile power plant (MPP) kapasitas 30 MW dual fuel dan akan ditambahkan pembangkit dual fuel dengan kapasitas 20 MW sehingga sistem tidak mengalami defisit daya. Selain itu, juga untuk mengatasi kekurangan daya di ibukota provinsi dan sekitarnya, maka akan dibangun pembangkit dual fuel kapasitas 10 MW di Sofifi. Di Tobelo rencananya akan ditambahkan pembangkit dual fuel dengan kapasitas hingga 30 MW mengingat potensi pertumbuhan kebutuhan energi listrik dan beban puncak yang cukup tinggi di Tobelo, selain itu terdapat potensi EBT seperti PLTP atau PLTS yang dapat dikaji dan dikembangkan lebih lanjut untuk mencukupi kebutuhan listrik, mencapai target bauran energi, dan menurunkan BPP di Sistem Tobelo atau Sistem Halmahera. Seiring dengan interkoneksi melalui SUTT 150 kV di Pulau Halmahera, direncanakan pula pengembangan PLTMG Halmahera 60 MW.

Untuk memberikan kepastian pasokan listrik ke depan, akan dibangun beberapa pembangkit dual fuel di beberapa sistem lokasi tersebar, serta mengoptimalkan pemanfaatan tenaga panas bumi (PLTP) Songa Wayaua dan beberapa potensi panas bumi lainnya. Untuk pengembangan pembangkit kedepan direncanakan jenis pembangkit pembangkit dual fuel sebagai upaya menempatkan pembangkit dekat dengan sumber energi primer. Pengembangan PLTU skala kecil tidak dijadikan opsi perencanaan jangka panjang, mengingat sumber energi batubara yang tidak tersedia di Provinsi Maluku Utara. Pembangunan pembangkit di Maluku Utara sudah mempertimbangkan kemungkinan industri smelter yang akan masuk. Selain rencana pembangkit tersebut, juga sedang dilakukan studi untuk rencana relokasi PLTGU dari Sistem Kelistrikan Jawa-Bali atau pembangunan pembangkit PLTGU baru khusus untuk pelanggan smelter di Halmahera Timur. Studi ini dilakukan oleh anak perusahaan PLN sesuai penugasan dari PLN. Rencana ini sangat tergantung pada kepastian calon pelanggan smelter untuk dilayani oleh PLN. Kebutuhan tenaga listrik 2021 sampai dengan tahun 2030 akan dipenuhi dengan mengembangkan PLTMG, PLTP dan PLTM serta PLTS.

Dalam pengembangan EBT, direncanakan kuota kapasitas pembangkit yang dapat masuk ke sistem. Kuota ini nantinya dapat dipenuhi dengan pengembangan pembangkit PLN maupun rencana pembangkit IPP yang belum memasuki tahap PPA. Rencana pembangkit ini dinyatakan sebagai kuota kapasitas yang tersebar dalam suatu sistem. Kuota kapasitas tersebar tersebut dapat diisi oleh potensi baik yang sudah tercantum dalam daftar potensi maupun yang belum apabila telah menyelesaikan studi kelayakan dan studi penyambungan yang diverifikasi PLN serta mempunyai kemampuan pendanaan untuk pembangunan, dan harga listrik sesuai ketentuan yang berlaku. Beberapa pembangkit PLTGU yang belum dalam tahap konstruksi akan menggunakan mesin PLTGU relokasi dari Sistem Jawa. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan utilisasi pembangkit PLTGU eksisting di Jawa. Rencana relokasi ini masuk dalam list pembangunan pembangkit di atas namun tidak diperhitungkan sebagai penambahan kapasitas pembangkit karena sifatnya hanya berupa relokasi pembangkit.
Khusus untuk sistem tenaga listrik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), daerah-daerah dengan beban kecil yang memiliki jalur transportasi BBM, yang tidak memungkinkan untuk disambungkan ke grid dan pengembangan pembangkit gas tidak ekonomis serta pengembangan EBT belum akan dibangun dalam waktu dekat, maka akan dibangun PLTD maupun relokasi PLTD dari sistem besar sesuai kebutuhan pengembangan sistem tenaga listrik di daerah- daerah tersebut, kemudian apabila telah siap untuk dikembangkan maka akan dilakukan pengembangan selanjutnya untuk mengubahnya menjadi pembangkit hybrid. Kedepannya akan dilakukan pemutakhiran pada sistem monitoring, kontrol, dan automasi sistem pembangkitan yang telah siap untuk dikembangkan.Untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, kehandalan pelayanan, dan jam pelayanan, PLN merencanakan agar seluruh sistem tenaga listrik di Provinsi Maluku Utara dapat beroperasi 24 jam mulai tahun 2021.