(Beritadaerah – Jakarta) Peran komoditas mineral kritis menjadi sangat strategis dan vital dalam mendukung transisi energi, antara lain sebagai bahan baku industri pembuatan panel surya, turbin angin dan industri baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik dan storage pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Mineral kritis juga mempunyai harga yang tinggi dikarenakan termasuk dalam kategori sulit untuk ditemukan, sulit diekstraksi dalam jumlah ekonomis dan sulit disubtitusi logam atau material lain, serta mineral-mineral tersebut juga merupakan mineral ikutan dari pertambangan timah, bauksit, nikel dan pasir besi.
Untuk itu, pengelolaan dan pemurnian mineral kritis wajib dilakukan di dalam negeri untuk pengembangan hilirisasi ke depannya. Demikian disampaikan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam acara Focus Group Discussion Peluang Eksplorasi Mineral Kritis dalam Menunjang Transisi Energi, Selasa (16/8).
“Mineral tersebut wajib dilakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Industri hilirisasi diharapkan dapat terus dibangun dan dikembangkan untuk mengoptimalkan manfaat dari eksploitasi mineral,” ujar Arifin.
Guna mendukung hilirisasi mineral di dalam negeri, lanjut Arifin, penguasaan teknologi mineral di dalam negeri harus diupayakan untuk mendukung pengembangan industri hilir ke depan. Kerja sama dan kolaborasi dengan industri atau institusi mineral luar negeri yang telah memiliki teknologi maju terus dilakukan sebagai bagian dari upaya penguasaan teknologi.
Sebagaimana diketahui, sumber daya mineral merupakan salah satu komoditas yang sangat strategis yang dimiliki Indonesia. Potensinya yang sangat besar menjadikan sumber daya mineral mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Industri pertambangan mineral yang sebagian besar terletak di daerah terpencil juga telah mendorong pertumbuhan beberapa wilayah sehingga dapat berkembang pesat menjadi pusat pertumbuhan baru. Pemerintah juga terus mendorong eksplorasi yang lebih masif untuk mendapatkan sumber-sumber bahan baku yang lebih baik.
“Tantangannya adalah bagaimana kita dapat mengekplorasi sumber-sumber mineral khususnya mineral kritis, dengan konfigurasi geologi di Indonesia,” imbuh Arifin.
Untuk itu, ketersediaan bahan baku mineral terutama mineral kritis secara berkelanjutan perlu didukung berbagai upaya lain, seperti meningkatkan kegiatan eksplorasi dan implementasi competent person dalam estimasi sumber daya dan cadangan, melakukan inventarisasi mineral yang mengandung logam tanah jarang; dan melakukan pengawasan pengelolaan mineral.
Neraca Sumber daya dan Cadangan Mineral, Batubara dan Panas bumi serta Peta Potensi Mineral, Batubara dan Panas Bumi yang termutakhir yang dikeluarkan Badan Geologi dapat menjadi acuan bagi semua pihak. “Data-data tersebut harus ditindak lanjuti dengan melakukan kajian-kajian khusus untuk mengungkapkan lebih rinci potensi mineral kritis di beberapa lokasi di Indonesia,” jelas Arifin.
Senada dengan Menteri Arifin, Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM Eko Budi Lelono juga mengatakan bahwa mineral kritis mempunyai peran penting dalam transisi energi di Indonesia dari energi fosil ke energi terbarukan.
“Mineral mempengaruhi suksesi dan transisi energi di Indoensia Mineral sangat berpengaruh pada suksesi hilirisasi dan transisi energi di Indonesia. Mineral kritis memiliki peran penting dalam rencana transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan,” ujar Eko.
Logam tanah jarang dan logan kritis lainnya, lanjut Eko, merupakan bahan baku utama dalam pembuatan batu baterai listrik, komponen sel surya dan teknologi tenaga angin, di mana dua teknologi terbarukan tersebut yang paling banyak diadopsi.
Menurut Eko, Indonesia dianggap pemain penting dalam industri EBT dan baterai listrik karena Indonesia memilik cadangan mineral yang besar bahkan untuk nikel menjadi yang terbesar di dunia. “Beberapa mineral yang dimiliki Indonesia memiliki peran penting untuk rencana jangka panjang industri di Indonesia baik untuk industri baterai, kendaraan listrik berbasis baterai, industri pertahanan maupun transisi energi untuk mencapai target Net Zerro Emission yang sedang diupayakan oleh Negara Kita,” kata Eko.
Eko juga menginformasikan kepada para stakeholder agar menjadikan Neraca Sumber daya dan Cadangan Mineral, Batubara dan Panas bumi serta Peta Potensi Mineral, Batubara dan Panas Bumi sebagai acuan.
“Harus ditindaklanjuti dengan melakukan kajian khusus dan eksplorasi mengungkapkan lebih rinci potensi mineral kritis di beberapa wilayah di Indonesia dengan acuan Neraca Dan Sumber Daya Cadangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi serta peta Potensi Mineral, Batubara dan Panas Bumi Badan Geologi,” tutup Eko.