(Beritadaerah – Magelang) Candi Borobudur, yang merupakan Candi Buddha terbesar di dunia, adalah warisan budaya dunia yang telah diakui UNESCO pada tahun 1991. Struktur Candi Borobudur disusun menggunakan batu andesit yang berbentuk persegi. Bentuk strukturnya seperti punden berundak yang semakin ke atas semakin mengecil dengan empat buah tangga yang terdapat di setiap sisi mata angin (timur, selatan, barat, dan utara). Borobudur memiliki panjang 121,66 meter, lebar 121,38 meter, dan tinggi 35,40 meter.
Pada tahun 1965, untuk pertama kalinya pemerintah melakukan pemugaran Candi Borobudur. Kepala Lembaga Purbakala, Soekmono, memimpin proyek ini. Namun di tahun yang sama, proyek terhenti. Pada tahun 1967, Soekmono mengangkat isu pemugaran Borobudur di Kongres Orientalis di Amerika. Peserta kongres sepakat untuk mendesak UNESCO agar membantu Indonesia memperbaiki Candi Borobudur. Di tahun 1969, UNESCO menyatakan siap membantu penyelamatan Borobudur dan menghimpun dana melalui kampanye internasional untuk membiayai pemugaran Borobudur. Selain itu UNESCO juga menunjuk tenaga ahli dalam berbagai bidang untuk membantu Indonesia dalam merestorasi Candi Borobudur.
Tahun 1973 menjadi awal dimulainya proyek pemugaran Candi Borobudur. Kerja besar yang dikenal sebagai “Pemugaran ke-2 Candi Borobudur” itu secara resmi dimulai pada 10 Agustus 1973. Sekitar 600 orang yang menjadi tenaga kerja proyek mulai digerakkan dengan tenaga penuh. Sesuai kesepakatan kerja sama dengan UNESCO, proyek ini harus selesai dalam 10 tahun.
Dalam dua tahun pertama, belum ada batu candi yang diturunkan. Tahun pertama digunakan untuk membangun fasilitas penunjang pemugaran, sedangkan pada tahun kedua para pekerja membongkar apa yang ditinggalkan pada proyek 1965, yaitu batu-batu pagar balkon atau pagar langkan yang disimpan di halaman candi. Pada Mei 1975, pekerjaan yang sesungguhnya dimulai. Para pekerja mulai membongkar tubuh candi.
Salah satu tokoh pemugar Candi Borobudur, Dr. I Gusti Ngurah Anom, mengisahkan proses pemugaran Candi Borobudur secara singkat. Alasan pemugaran ,Pertama, air yang masuk ke celah-celah candi, masuk ke dalam candi yang terbuat dari tanah, lalu tanahnya keluar melalui celah batu sehingga fondasinya lesak. Kedua, penyebabnya mikrobiologi. Jadi karena jamur, ganggang, atau kerak,” ujar Anom saat peresmian Prasasti Pelaku Pemugaran Candi Borobudur di Pelataran Kenari, Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (13-9-2022).
Anom menuturkan, salah satu langkah awal yang dilakukan saat itu adalah mendidik secara konsisten para tenaga pemugar. Calon tenaga pemugar dari lulusan SMA dan STM mendapatkan pendidikan lebih dahulu di Candi Borobudur di bawah bimbingan beberapa perguruan tinggi, antara lain Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung. “Ada bantuan juga berupa teknologi dari para ahli di luar negeri, tapi tidak banyak. Itulah pertama kalinya diadakan diklat formal pemugaran Candi Borobudur yang dilakukan secara lisan, kemudian dilanjutkan di dalam kelas, lalu lanjut praktik langsung di sini (Candi Borobudur). Diklat kira-kira berlangsung selama dua tahun. Di antara peserta diklat ada juga yang disekolahkan keluar negeri, termasuk saya,” tutur Anom.
Ada tiga hal manfaat dari pemugaran kedua Candi Borobudur. Pertama, secara fisik, Candi Borobudur dapat berdiri 100 persen dengan megah dan utuh, di lingkungan yang bersih dari polusi karena dikelilingi taman yang asri. “Kedua, yang kita dapat dari proyek pemugaran itu adalah alat dan teknologi. Pemugaran Cagar Borobudur menggunakan teknologi yang canggih pada saat itu,” ujarnya. Ketiga, lanjut Anom, hal yang tak kalah penting adalah sumber daya manusia (SDM). Saat itu Indonesia sudah memiliki SDM yang cukup untuk melakukan pekerjaan besar dalam pemugaran Candi Borobudur.
Anom juga menekankan pentingnya peran teknologi dalam melestarikan bangunan-bangunan purbakala. Yang penting adalah bagaimana sekarang agar teknologi yang diciptakan Borobudur itu bisa dikagumi oleh bangsa lain, setidaknya di negara ASEAN, dan dapat dikembangkan sesuai dengan teknologi modern yang sekarang ini. Dengan begitu, lanjutnya, Candi Borobudur tidak lestari sendiri, melainkan juga ikut melestarikan monumen-monumen bersejarah lain di Indonesia dan Asia Tenggara. Hal ini yang harus serius dikembangkan untuk masa yang akan datang.