(Beritadaerah – Jakarta) Hari ini, 2 Oktober 2022 , Indonesia memperingati hari batik nasional yang ke-13 , setelah UNESCO menetapkan batik sebagai intangible cultural heritage of humanity (Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi) yang berasal dari Indonesia pada 2 Oktober 2009.
Batik memiliki banyak manfaat, tidak hanya untuk sandang, tapi juga bisa kita temui untuk gendongan bayi dan juga saat ada orang yang meninggal. Batik adalah kain yang dilukis dengan cairan lilin malam menggunakan alat bernama canting, dan menghasilkan pola-pola tertentu pada kain.
Batik juga tak hanya ditemui di Jawa, tetapi terbentang dari Aceh hingga Papua, dimana setiap daerah mempunyai batik sesuai dengan cirikhasnya masing-masing.
Namun generasi saat ini barangkali belum banyak yang tahu, sosok di balik lahirnya batik Indonesia. Mereka ada Presiden Soekarno dan Go Tik Swan. Sesuai namanya, Go Tik Swan adalah keturunan Tionghoa kelahiran Solo, 11 Mei 1931. Ia adalah budayawan yang tekun dengan beragam minat, khususnya budaya Jawa. Banyak yang bilang ia lebih Jawa dari orang Jawa sendiri.
Minatnya akan budaya Jawa tak pernah pudar. Bahkan ia pernah “menentang” keluarganya saat masuk kuliah. Kala itu orang tuanya menginginkan Swan masuk Fakultas Ekonomi. Keinginan orang tuanya dituruti. Pada 1953, ia diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Namun tampaknya pilihan orang tuanya itu tak sesuai dengan kata hatinya. Ia memutuskan tak meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi itu dan memilih Sastra Jawa di UI.
Pilihannya tak salah. Pada 1955, ia sempat diminta menari saat UI memperingati Dies Natalis. Presiden Soekarno saat itu hadir.
Di depan Soekarno, ia membawakan tarian Gambir Anom. Itu merupakan tarian klasik Jawa bergaya Solo. Tampaknya Soekarno terpikat dengan tarian yang dibawakan Go Tik Swan. Soekarno menyalami dan mengundang Go Tik Swan untuk menari di Istana Negara.
Berawal dari tari, ia makin akrab dengan Soekarno. Sekitar 1957, Soekarno, Go Tik Swan diminta untuk menciptakan “batik Indonesia”.
Batik memang sudah menjadi dunia sehari-hari bagi Swan. Go Dhiam Ik, ayahnya adalah pemilik usaha batik. Hardjosoewarno (72 tahun), anak angkat Go Tik Swan, bercerita sejak kecil Go akrab dengan batik karena kakek-neneknya punya tempat pembatikan. ”Go Tik Swan itu sang empu kesayangan Soekarno,” kata beberapa waktu lalu.
Karena tak asing dengan batik, Go Tik Swan langsung menyanggupi permintaan Soekarno itu.
Inspirasi terakhir Go Tik Swan adalah menggabungkan berbagai karkater dari batik Solo, Jogja dan Pesisiran menjadi satu hingga terciptalah batik Indonesia. Tercatat ada 200 motif batik karya Go Tik Swan pada rentang 1950-2008.
Batik yang diciptakan Go Tik Swan merupakan perpaduan multi warna antara batik Solo dominasi hitam dan cokelat dengan daerah pesisir yang memiliki warna cerah, yang bermotif radio kusumo, kuntul nglayang, kutila peksawani, dan parang anggrek.
Sepeninggal Go Tik Swan pada 5 November 2008, usaha batiknya diteruskan Hardjosoewarno. Bersama istri, Supiyah Anggriyani, Hardjo meneruskan karya batik yang adiluhung itu.