(Beritadaerah – Jakarta) Bank Indonesia memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas termasuk hilirisasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain itu juga untuk bank yang memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) dalam bentuk pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) rupiah rata-rata maksimal sebesar 2 persen.
Insentif tersebut berupa insentif atas pemberian kredit atau pembiayaan kepada 46 sektor prioritas paling besar sebesar 1,5 persen, dan insentif pencapaian RPIM paling besar sebesar 0,5 persen. Upaya tersebut dilakukan guna meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif pada sektor prioritas dan pemulihan ekonomi nasional.
“Sektor prioritas termasuk hilirisasi di situ tentunya akan mendapatkan banyak dimensi insentif yang kita lakukan dari kebijakan moneter maupun makroprudensial, intinya intermediasi,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, dalam Seminar Nasional Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju di Jakarta, Senin (30/1/2023).
Menurut Dody, hilirisasi perlu difokuskan pada sejumlah komoditas logam utama seperti nikel, tembaga, timah dan bauksit, serta didukung oleh kebijakan utama, insentif fiskal nonfiskal, regulasi terkait investasi, dan berbagai bentuk dukungan lainnya. Perluasan hilirisasi juga perlu dilakukan ke komoditas mineral nonlogam.
“Kita tentunya akan mengajak bersama dengan pemerintah, Kementerian Keuangan, apakah kebijakan fiskal dan nonfiskalnya, apa kemudian kebijakan investasi yang bisa didukung dari sektor riil dari sisi Kementerian Keuangan,” tuturnya.
Industri logam dasar merupakan satu dari 46 sektor prioritas yang masuk kategori berdaya tahan dengan mempertimbangkan penyerapan tenaga kerja, nilai tambah serta multiplier effect bagi perekonomian.
Sebelum ekspor nikel melalui hilirisasi berjalan, pada 2017-2018 nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai 3 miliar dolar AS atau Rp46,5 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS). Ketika hilirisasi berjalan, nilai ekspor nikel pada 2021 mencapai 20,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp323 triliun.
Pendapatan Indonesia diperkirakan meningkat dari nilai ekspor nikel yang sudah dihilirisasi sebesar 27 miliar-30 miliar dolar AS atau Rp418 triliun-Rp465 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS).
Saat ini, Pemerintahan Joko Widodo juga sedang menyusun Grand Strategi Komoditas Minerba (GSKM), yang mana nikel menjadi salah satu komoditas tambang yang akan disusun pada peta jalan untuk GSKM tersebut.