(Beritadaerah-Jakarta) Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melaksanakan rapat koordinasi dengan pengembang pemukiman, pengelola mall dan operator di Jabodetabek guna memperkenalkan rencana pengembangan layanan JRC dan Transjabodetabek.
Plt. Kepala BPTJ, Suharto, menjelaskan bahwa pertemuan yang digelar dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Angkutan Umum Perkotaan Jabodetabek di Jakarta pada 23 Januari 2024 lalu dirasa penting untuk mensinkronisasikan pengembangan layanan JRC pada 117 pemukiman yang sudah dipetakan pihaknya untuk kurun waktu tiga tahun kedepan.
“Kami perlu mendapat masukan penentuan titik naik turun penumpang JRC pada area pemukiman dan Transjabodetabek pada mall. Apakah didalam area pemukiman/pusat perbelanjaan, diluar atau dipinggiran,” ujar Suharto sebagaimana dikutip InfoPublik pada Kamis (25/1/2024).
Tentunya, lanjut dia, tidak semuanya selesai di 2024, maka BPTJ susun ke dalam beberapa staging. Tahun 2024 BPTJ akan fokus ke 40 kawasan, 2025 juga akan dikembangkan untuk 40 kawasan. Sisanya akan dilayani di 2026.
Apabila seluruh layanan JRC ditahun ini selesai maka tahapan berikutnya adalah mengintegrasikan layanan di Jakarta, tidak hanya fisik namun juga pembayaran dan sistemnya.
“Tahapan berikutnya, maka perlu adanya subsidi atau intervensi dari Pemerintah, dan salah satunya melalui account based ticketing (ABT),” katanya.
Suharto mengungkapkan bahwa dalam kesempatan tersebut, para pengembang dan operator menyatakan ketertarikannya untuk bersama-sama menyediakan layanan JRC.
Onny Febriananto, operator Bus Alfaomega menyambut baik program tersebut. “Dengan adanya pertemuan seperti itu, kami optimis 117 pemukiman yang akan dikembangkan layanannya dapat memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, pengembang pemukiman Lippo Cikarang, Marcus, menyatakan bahwa sangat mendukung rencana perluasan layanan JRC.
“Kami sangat support program BPTJ ini. Hal itu sejalan dengan visi dan misi kami selaku pelaku pembangunan pemukiman. Kedepan kami berharap JRC, JAC dan Transjabodetabek dapat terus diperluas jangkauannya agar dapat memindahkan penghuni perumahan di area kami dari kendaraan pribadi ke angkutan umum,” kata Marcus.
Berdasarkan analisa BPTJ, terdapat potensi layanan angkutan umum di Jabodetabek sebanyak 7,9 juta. Namun, saat ini baru 7,3 juta yang tercover dengan angkutan umum. Di DKI Jakarta sudah lebih dari 65 persen, sementara di luar Jakarta baru 5 persen,” urai Suharto.
Dari data tersebut terlihat jelas bahwa kendaraan pribadi masih mendominasi, sehingga wajar jika saat hari dan jam kerja jalanan di Jakarta menjadi padat. Konsekuensinya, polusi dan emisi kendaraan bermotor di Jakarta menjadi tinggi. Di Jabodetabek, potensi bangkitan ada di pusat pemukiman, mulai dari pemukiman sederhana hingga mewah.
Prioritas saat ini untuk meningkatkan target moda share 60 persen pada 2029 adalah memprogramkan kembali ke angkutan umum dan shifting kendaraan pribadi pada pemukiman yang dianggap potensial.