(Beritadaerah-Jakarta) Laju inflasi pada bulan Juni 2024 tercatat 2,51% (yoy), turun signifikan dibandingkan Mei 2024 (2,84%) dengan didukung oleh terkendalinya harga pangan serta stabilnya inflasi inti. Menurut rilis resmi dari Badan Kebijakan Fiskal pada Selasa (2/7), secara bulan ke bulan, di Indonesia terjadi deflasi sebesar 0,08% seiring beberapa harga pangan yang terus melandai.
Inflasi pangan bergejolak (volatile food) menunjukkan tren yang terus melandai. Berbagai harga pangan terus mengalami penurunan antara lain bawang merah, tomat, daging dan telur ayam ras, ikan segar, serta beberapa jenis sayuran. Tren ini seiring peningkatan stok yang didukung oleh pasokan dalam negeri dan distribusi yang memadai. Harga beras juga terus menunjukkan tren positif, didukung program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta cadangan pangan yang kuat. Hal ini mendorong inflasi volatile food pada bulan Juni terus melambat menjadi 5,96% (yoy), dari 8,14% (yoy) pada Mei 2024.
Meskipun tren inflasi menunjukkan penurunan dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah terus bersiap dengan memperkuat kebijakan yang antisipatif menjaga produksi dalam negeri di tengah risiko perubahan iklim dan persiapan kebencanaan. Selain itu, Pemerintah akan terus meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan Kementerian Lembaga terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk menciptakan bauran kebijakan yang tepat dalam merespons situasi.
Aktivitas manufaktur Indonesia juga melanjutkan tren ekspansif selama 34 bulan berturut-turut per Juni 2024. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 50,7 (Mei: 52,1). Kinerja manufaktur didorong oleh tingkat output dan permintaan yang masih ekspansif.
Di tengah stagnasi ekonomi global dan gejolak pasar keuangan, PMI Indonesia masih dalam tren ekspansif dan kita berharap tren ini berlanjut ke bulan-bulan berikutnya dengan kualitas yang semakin baik. Pemerintah mengupayakan berbagai dukungan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian nasional ke depan, demikian disampaikan Febrio Kacaribu selaku Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Beberapa negara mitra dagang Indonesia yang juga mencatatkan aktivitas manufaktur ekspansif, antara lain Tiongkok dan Amerika Serikat, masing-masing di level 51,8 dan 51,7. PMI manufaktur negara kawasan ASEAN seperti Vietnam dan Thailand juga ekspansif, masingmasing di level 54,7 dan 51,7. Di sisi lain, aktivitas manufaktur kawasan Eropa masih berada pada zona kontraksi di level 45,6. Negara-negara di kawasan Eropa seperti Jerman dan Perancis mengalami kontraksi masing-masing ke level 43,4 dan 45,3.