Mencermati Produk Komoditas yang Kena Bea Impor Tambahan

(Beritadaerah – Kolom) Industrialisasi di Indonesia menghadapi kondisi yang memerlukan kebijakan yang mampu mengatur keseimbangan antar kebijakan impor-ekspor barang konsumsi. Tengah terjadi kondisi dimana impor barang konsumsi tercatat lebih lancar daripada impor bahan baku pendukung industri.

Terbaru, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024. Beleid tersebut merupakan revisi ketiga dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Regulasi itu direvisi menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2024 dan berubah lagi menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024.

Impor barang konsumsi dalam prakteknya cenderung lebih mudah dilakukan, karena pada umumnya tidak melibatkan proses produksi tambahan di dalam negeri. Barang konsumsi seperti produk elektronik, garmen, atau makanan umumnya dapat diimpor dengan proses yang relatif cepat dan mudah. Apalagi jika sudah memenuhi persyaratan administrasi dan peraturan impor yang berlaku.

 

Sumber: BPS – Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB)

 

Sedangkan impor bahan baku pendukung industri sering kali memerlukan proses yang lebih kompleks. Ini terjadi karena terkait dengan rantai pasok industri yang lebih panjang. Bahan baku mungkin memerlukan persetujuan khusus, pengujian keamanan, atau sertifikasi tertentu sebelum bisa diimpor. Selain itu, beberapa bahan baku mungkin juga harus melalui proses impor yang lebih ketat untuk memastikan kualitas dan keamanannya.

 

Sumber: BPS – Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB)

Apabila kondisi besarnya impor barang konsumsi lebih tinggi daripada impor bahan baku pendukung industri, ini terus terjadi, dikhawatirkan hasil produksi industri dan UMKM rawan terdegradasi serta tidak kompetitif di pasaran domestik.

 

Kebijakan Pengenaan Bea Impor Tambahan

Mengatasi hal ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersiap-siap menerapkan kebijakan bea impor tambahan untuk melindungi produk dalam negeri. Bea impor tambahan yang akan diterapkan tersebut berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)

Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) adalah mekanisme yang diterapkan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat atau dampak yang merugikan dari impor barang-barang tertentu. Tujuan utama dari BMTP adalah untuk menyeimbangkan persaingan antara barang impor dengan barang produksi dalam negeri, sering kali dengan menaikkan tarif bea masuk atau menerapkan kuota impor.

Pengenaan BMTP dilakukan ketika barang-barang impor dinilai dapat menyebabkan kerugian signifikan bagi industri dalam negeri, seperti penurunan harga yang tidak wajar atau penurunan pangsa pasar bagi produsen lokal. Dengan menerapkan BMTP, pemerintah berusaha untuk melindungi kepentingan ekonomi dalam negeri dan mendorong pengembangan industri domestik.

Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) adalah tarif bea masuk yang dikenakan oleh pemerintah terhadap barang impor yang dijual dengan harga di bawah harga normal atau harga pasar di negara asalnya. Praktik ini dikenal sebagai “dumping”, yang terjadi ketika eksportir menjual barang-barangnya ke pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar dalam negeri atau bahkan di bawah biaya produksi. Tarif ini bertujuan melindungi produsen dalam negeri dari kerugian yang disebabkan oleh dumping.

 

7 Produk Komoditas yang Bakal Kena Bea Impor Tambahan

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam salah satu pernyataan pers, mengatakan bahwa ada 7 (tujuh) komoditas impor yang terdiri dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, yang akan kena bea impor tambahan. Sampai saat ini, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) tengah melaksanakan uji mendalam terkait dampak penerapan bea masuk kepada tujuh komoditas tersebut.

Ketujuh produk komoditas tersebut adalah:

  1. Tekstil dan produk tekstil (TPT)
  2. Pakaian jadi.
  3. Keramik.
  4. Elektronik.
  5. Kosmetik.
  6. Barang tekstil jadi.
  7. Alas kaki.

Alasan pemerintah menerapkan bea impor tambahan pada 7 komoditas dilakukan, adalah untuk merespon banyaknya produk impor milik China yang masuk ke Indonesia. Dengan adanya kebijakan bea impor tambahan, seperti disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto, diharapkan dapat melindungi industri tekstil di Indonesia dari gempuran produk dari luar negeri.

Setiap sektor industri membutuhkan kebijakan atau pendekatan yang berbeda-beda. Tidak bisa disamakan begitu saja karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya. (Kompas.com 1/7/2024).

Membanjirnya barang-barang impor ilegal akan sangat sulit dibendung jika tidak dibarengi dengan kebijakan dan penegakan hukum yang memadai. Darmadi juga mengingatkan, kebijakan penerapan bea impor tambahan ini bisa menjadi bumerang bagi industri yang bergerak di bidang selain tekstil, sehingga mengancam keberlangsungan bisnis mereka. Contohnya seperti kosmetik, elektronik, dan alas kaki jadi terancam. Untuk itu perlu strategi atau pendekatan kebijakan yang berbeda.

Setelah bea impor tambahan ini diberlakukan, nantinya akan menyasar pada banyak produk dari sejumlah negara yang lonjakan impornya tinggi, tidak hanya dari China. Bisa juga dari Eropa, Australia, China dan lainnya.

 

Dampak Kebijakan Pengenaan Bea Impor Tambahan pada 7 Komoditas

Penerapan Bea Impor Tambahan pada 7 produk komoditas dapat memiliki berbagai dampak, tergantung pada jenis produk, struktur pasar domestik, dan tujuan dari kebijakan tersebut.

Beberapa dampak yang secara umum kemungkinan akan terjadi antara lain:

  1. Penerapan bea impor tambahan ini dapat menyebabkan kenaikan harga produk impor di pasar domestik. Hal ini bisa menguntungkan produsen dalam negeri karena membuat produk domestik lebih kompetitif secara harga.
  2. Kebijakan ini bisa memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat yang disebabkan oleh impor dengan harga lebih rendah atau dengan subsidi yang signifikan di negara asalnya.
  3. Menjadi stimulan produksi dalam negeri. Penerapan bea impor tambahan dapat mendorong peningkatan produksi dan investasi di sektor industri dalam negeri.
  4. Konsumen mungkin akan menghadapi kenaikan harga untuk produk tertentu yang mereka beli jika bea impor tambahan dibebankan kepada mereka.
  5. Negara-negara kerjasama yang terkena dampak dari penerapan bea impor tambahan mungkin akan mengajukan keluhan ke organisasi perdagangan internasional seperti WTO.
  6. Penerapan bea impor tambahan dapat mempengaruhi volume perdagangan internasional dan dinamika pasar global untuk produk tertentu.

Mengingat kemungkinan dampak tersebut terjadi ketika bea impor tambahan pada 7 produk komoditas diterapkan, pemerintah mempertimbangkan berbagai faktor. Faktor ekonomi, politik, dan sosial misalnya, demi memastikan bahwa kebijakan tersebut mendukung tujuan perlindungan industri dalam negeri tanpa mengganggu stabilitas pasar secara keseluruhan.

Mencermati kondisi tersebut, sebelum menentukan pengenaan bea masuk untuk 7 komoditas impor tersebut, perlu dilihat terlebih dulu oleh lembaga pemerintah berwenang, yaitu oleh Komite Anti Damping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).

Kedua lembaga tersebut dapat mempertimbangkan apakah impor ketujuh barang tersebut akan naik secara signifikan setidaknya selama tiga tahun terakhir. Apabila terjadi kenaikan signifikan, maka dapat mulai diihitung pengenaan tarif Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Damping (BMAD). Diperkirakan besaran bea masuk tambahan ini tidak mencapai 200 persen seperti yang selama ini diberitakan di media.

Hingga saat ini, besaran BMTP dan BMAD masih dihitung dengan melihat lonjakan volume impor ke dalam negeri selama tiga tahun terakhir. Ke depannya, jika memang berdampak signifikan dan telah ditelaah oleh berbagai ahli, maka  proses selanjutnya akan disahkan dalam undang undang. Kita tunggu bersama hasilnya.