(Beritadaerah-Nasional) Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan pada batubara dalam rangka mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Meskipun pemanfaatan batubara masih berlanjut, upaya pengurangan akan dilakukan secara bertahap dengan dukungan teknologi ramah lingkungan, seperti Clean Coal Technology (CCT).
Dalam pernyataan resminya yang disampaikan melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Senin (9/9/2024), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyusun langkah konkret, termasuk memensiunkan dini beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan menerapkan teknologi bersih pada PLTU yang masih beroperasi. Bahlil menekankan pentingnya menjaga kestabilan pasokan energi dalam negeri selama proses transisi ini.
Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan, pemerintah telah menetapkan rencana untuk memensiunkan 13 PLTU secara bertahap. Langkah ini dilakukan dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan potensi dampak terhadap pasokan listrik serta harga energi.
Untuk PLTU yang tetap beroperasi, teknologi supercritical dan ultra-supercritical yang lebih ramah lingkungan diterapkan guna mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Sebanyak tujuh PLTU dengan total kapasitas 5.455 MW telah menggunakan teknologi tersebut, seperti PLTU Cirebon, PLTU Paiton 3, dan PLTU Jawa 7 Unit 1.
Ke depan, pemerintah merencanakan pembangunan PLTU berteknologi ultra-supercritical di sembilan lokasi di Pulau Jawa dengan total kapasitas mencapai 10.130 MW hingga 2028, yang setara dengan sekitar 37 persen dari total kapasitas perencanaan PLTU batubara.
Selain itu, pemerintah juga mendorong penerapan cofiring di PLTU, yakni mencampur batubara dengan biomassa untuk mengurangi emisi karbon. Biomassa yang digunakan bersumber dari limbah perkebunan sawit dan sumber lainnya, yang terbukti dapat menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU.
Dengan sekitar 60 persen atau 91 gigawatt (GW) pembangkit listrik di Indonesia masih bergantung pada batubara, pemerintah menyadari bahwa transisi energi ini tidak bisa dilakukan secara mendadak. Bahlil mengungkapkan bahwa transisi energi harus berlangsung secara bertahap dengan mempertimbangkan kesejahteraan pekerja dan masyarakat yang menggantungkan hidup pada industri batubara. Pemerintah juga berencana memberikan pelatihan ulang kepada pekerja serta mendorong diversifikasi ekonomi lokal untuk meminimalkan dampak sosial dari transisi ini.
Melalui berbagai upaya tersebut, pemerintah berharap transisi menuju energi bersih dapat terlaksana dengan baik tanpa mengganggu kestabilan pasokan listrik dan kesejahteraan masyarakat yang terdampak.