Kementerian PUPR Selesaikan Jalan Sabuk Merah di NTT, Dorong Konektivitas Ekonomi Perbatasan

(Beritadaerah-Jakarta) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah perbatasan dengan menyelesaikan pembangunan Jalan Perbatasan Sabuk Merah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Proyek ini merupakan bagian dari upaya memperkuat konektivitas dan meningkatkan perekonomian di kawasan perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.

Endra S. Atmawidjaja, Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan sekaligus Juru Bicara (Jubir) Kementerian PUPR, menjelaskan bahwa infrastruktur di kawasan perbatasan ini tidak hanya dibangun untuk tujuan pertahanan, tetapi juga sebagai sarana mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Endra menekankan pentingnya peran kawasan perbatasan sebagai “beranda depan Indonesia” yang perlu diperhatikan secara serius dengan mengintegrasikan fungsi pertahanan dan ekonomi.

Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) NTT telah menyelesaikan pembangunan Jalan Perbatasan Sabuk Merah Sektor Timur sepanjang 180 kilometer (km) di Provinsi NTT. Di Sektor Barat, dari total 117 km, 86 km telah selesai dibangun, sementara 31 km sisanya, yang mencakup ruas Oenak-Saenam (18 km) dan Saenam-Nunpo (13 km), masih dalam tahap konstruksi.

Fahrudin, Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah II Provinsi NTT, menyatakan bahwa kemajuan pembangunan jalan yang tersisa telah mencapai 93 persen, dengan target penyelesaian pada akhir November 2024. Proyek yang dimulai sejak akhir 2022 ini telah menghabiskan anggaran sebesar Rp114 miliar.

Jalan Sabuk Merah memperoleh namanya karena hubungannya dengan sejarah garis merah yang ditandai oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia. Selain pembangunan jalan, BPJN NTT juga telah membangun 42 jembatan di Sektor Timur sejak 2020, dan 38 jembatan di Sektor Barat.

Pembangunan jalan ini dinilai membawa manfaat besar bagi masyarakat sekitar. Seorang warga setempat, Dixci Rafael, mengungkapkan bahwa aksesibilitas masyarakat kini jauh lebih mudah. Perjalanan dari Kota Kefamenanu ke Napan yang sebelumnya memakan waktu 2,5 jam, kini dapat ditempuh dalam waktu hanya 20 menit, sehingga mempermudah masyarakat dalam mengangkut hasil bumi ke kota dan pasar.