(Beritadaerah-Jakarta) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor pertanian pada tahun 2023 berhasil mencapai Rp552,4 triliun, hal ini menunjukan performa gemilang kinerja sektor pertanian Indonesia. Capaian itu menjadi bukti kuatnya potensi ekspor produk pertanian Indonesia di pasar internasional, mencakup baik produk pertanian segar maupun olahan yang terus diminati di pasar global.
Menanggapi nilai impor pertanian yang mencapai USD7,58 miliar pada Agustus 2024, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Moch. Arief Cahyono, menjelaskan bahwa sebagian besar impor ini didominasi oleh komoditas yang tumbuh optimal di negara subtropis, seperti biji gandum, serta komoditas yang produksinya masih belum mencukupi, seperti kedelai.
“Gandum sebagai bahan baku utama roti dan mi, serta kedelai yang digunakan untuk produksi tempe dan tahu,” jelas Arief dalam siaran persnya, Kamis (17/10).
Arief menegaskan bahwa meskipun ada impor, hal ini tidak menurunkan kinerja sektor pertanian secara keseluruhan. “Angka impor USD 7,58 miliar ini, jika dirupiahkan, hanya setara dengan sekitar Rp117,4 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan ekspor pertanian kita yang mencapai Rp552,4 triliun pada tahun 2023. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada impor untuk komoditas tertentu, sektor pertanian kita masih mampu menghasilkan surplus dari ekspor produk unggulan, seperti kopi, kakao, rempah-rempah, serta minyak kelapa sawit,” lanjutnya.
Menurut Arief, pertanian di bawah komando Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tidak hanya fokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga konsisten mendorong hilirisasi produk pertanian agar dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang diekspor. Dengan fokus pada produk olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi, ekspor pertanian diharapkan terus tumbuh dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
“Kedepan, Menteri Pertanian ingin kita tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga memperkuat produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Langkah ini penting untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional dan mengurangi ketergantungan pada impor,” tambah Arief.
Indonesia memiliki berbagai komoditas unggulan yang masih dapat terus ditingkatkan nilainya agar berkontribusi lebih tinggi bagi perekonomian nasional. Misalnya, minyak sawit yang menjadi nomor satu di dunia dengan potensi peningkatan hingga 70 juta ton atau Rp959,8 triliun pada 2029, dan kelapa yang menduduki posisi nomor dua di dunia dengan potensi 3,75 juta ton atau Rp60 triliun. Begitu juga untuk komoditas ekspor lainnya.
Dengan pendekatan komprehensif antara hulu dan hilir, Kementerian Pertanian optimis bahwa sektor pertanian Indonesia akan terus berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, baik melalui peningkatan ekspor maupun pengembangan industri pangan dalam negeri yang lebih kuat. “Ekspor pertanian tetap menjadi andalan dan terus menunjukkan tren positif. Kami akan terus memastikan agar sektor ini berkembang secara berkelanjutan dan mampu bersaing di kancah global,” pungkasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa secara kumulatif, nilai ekspor CPO (Crude Palm Oil) dan turunannya mencapai USD1,38 miliar atau setara dengan Rp21,4 triliun (kurs Rp15.515) pada September 2024.
Di sisi lain, Amalia menyampaikan bahwa harga CPO dan turunannya di tingkat global pada September 2024 mengalami peningkatan menjadi USD932,05 per ton, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar USD898,90 per ton.
Ditengah neraca perdagangan Indonesia yang tercatat surplus sebesar USD3,26 miliar pada September 2024, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa konsistensi tren surplus ini membuktikan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah stagnasi ekonomi global. Capaian tersebut memperpanjang tren surplus neraca perdagangan Indonesia menjadi 53 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020. Hingga September 2024, akumulasi surplus tercatat mencapai USD21,98 miliar.