Sektor Energi di ASEAN Menjadi Pilar Utama Perwujudan Net Zero Emisi

(Beritadaerah-Jakarta) Sektor energi memegang peranan penting dalam upaya negara-negara ASEAN untuk mencapai target *Net Zero Emission* (NZE) atau emisi nol bersih. Sebagian besar negara di kawasan ini telah memulai langkah nyata dengan memprioritaskan pengembangan energi terbarukan sebagai solusi utama.

Dalam acara *Electricity Connect 2024* yang digelar di Jakarta Convention Center, Jakarta, Wärtsilä Indonesia membagikan pandangannya terkait percepatan adopsi energi terbarukan dan pengembangan sistem ketenagalistrikan yang berkelanjutan. Direktur Bisnis Energi Australasia Wärtsilä Energy, Kari Punnonen, menjelaskan bahwa sektor energi di ASEAN memiliki peran sentral dalam penurunan emisi karbon, terutama melalui pemanfaatan energi terbarukan yang kini menjadi sumber listrik termurah di berbagai belahan dunia.

Menurut data Badan Energi Internasional, untuk mencapai target NZE, negara-negara ASEAN perlu menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dan angin sebesar 25 GW setiap tahunnya. Di Indonesia, rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033 menargetkan penambahan kapasitas energi terbarukan hingga 30 GW pada 2033 dan mencapai 58,6 GW pada 2040.

Kari juga menyebut bahwa gas alam akan tetap menjadi bahan bakar transisi utama menuju energi bersih, dengan rencana peningkatan kapasitas sebesar 9 GW pada 2033 dan 20 GW pada 2040. Lebih lanjut, ia menyoroti lima langkah strategis yang perlu diambil untuk mencapai emisi nol bersih di sektor ketenagalistrikan, termasuk peningkatan kapasitas energi terbarukan, integrasi pembangkit listrik fleksibel, dan transisi ke bahan bakar berkelanjutan.

Sistem ketenagalistrikan berbasis fleksibilitas menjadi kunci untuk menghadapi variabilitas produksi energi terbarukan. Teknologi pembangkit listrik berbasis mesin pembakaran internal (ICE) dipandang mampu mendukung transisi energi berkat efisiensi tinggi dan kemampuan operasional yang cepat. Wärtsilä Indonesia mencatat bahwa kapasitas ICE yang terpasang di Indonesia saat ini mencapai 5 GW, memberikan kemampuan untuk menyeimbangkan integrasi energi terbarukan sekaligus menekan biaya dan emisi karbon.

Febron Siregar, Direktur Penjualan Wärtsilä Indonesia, menambahkan bahwa penerapan sistem hibrida antara energi terbarukan dan pembangkit listrik bermesin fleksibel dapat meningkatkan keandalan sistem sekaligus mengurangi biaya dan emisi. Ia juga menggarisbawahi pentingnya penyimpanan energi dan pembangkit listrik virtual dalam memaksimalkan efisiensi ketenagalistrikan di Indonesia.

Wärtsilä, sebagai perusahaan global dalam inovasi teknologi energi, telah meluncurkan pembangkit listrik berbasis hidrogen skala besar pertama di dunia sebagai bagian dari upaya percepatan dekarbonisasi. Dalam jangka panjang, transisi dari bahan bakar fosil ke bahan bakar berkelanjutan seperti hidrogen diharapkan menjadi solusi akhir untuk mencapai sistem energi yang sepenuhnya terbarukan.

Dengan fokus pada pengembangan teknologi mutakhir dan solusi siklus hidup, Wärtsilä terus mendukung transformasi sektor energi global menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.