Makan dan Minum Jakarta
Dokumen Beritadaerah/Fadjar

Keramaian Makan dan Minum di Jakarta

(Beritadaerah-Kolom) Bulan Maret 2025 ini, menjelang waktu makan malam, Jakarta berubah menjadi kota yang lebih hidup dan dinamis. Di jalanan, saya melihat orang-orang bergegas, sebagian besar dengan kantong plastik berisi makanan dan minuman. Di sepanjang trotoar, berbagai pedagang makanan dadakan muncul, menawarkan hidangan mulai dari gorengan, nasi uduk, hingga es kelapa. Fenomena ini bukan sekadar pemandangan tahunan, tetapi juga mencerminkan budaya, kebiasaan, serta pola konsumsi masyarakat sepanjang tahun.

Saya memperhatikan bahwa di berbagai titik strategis, seperti dekat kantor, pusat perbelanjaan, dan stasiun, jumlah orang yang mencari makanan sangat tinggi. Waktu makan siang dan malam adalah momen ketika mereka berlomba-lomba membeli makanan, seolah-olah tidak ingin kehabisan pilihan. Banyak pedagang makanan yang mengatakan bahwa dagangan mereka bisa habis hanya dalam waktu beberapa jam. Jika di hari biasa mereka berjualan hingga malam, pada waktu-waktu tertentu, seperti musim liburan atau akhir pekan, jam penjualan mereka bisa lebih singkat karena lonjakan permintaan.

Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini begitu kuat terjadi di Jakarta. Pertama, ada dorongan sosial dan psikologis. Makan bersama adalah kebiasaan yang identik dengan kebersamaan, dan waktu makan menjadi momen istimewa yang ditunggu-tunggu. Banyak orang yang ingin menikmati makanan tertentu yang mereka idamkan sepanjang hari. Efek psikologis dari aktivitas harian juga meningkatkan keinginan untuk membeli makanan yang lebih beragam dibandingkan hari biasa. Selain itu, kebiasaan makan bersama teman atau keluarga di luar rumah semakin menjadi tren, mendorong peningkatan konsumsi di restoran dan tempat makan.

Kedua, faktor ekonomi turut berperan. Penjualan makanan meningkat drastis, baik untuk pedagang kaki lima maupun restoran besar. Banyak restoran cepat saji menawarkan paket promosi khusus, sementara pedagang kecil melihat omzet mereka naik signifikan. Seorang penjual es buah di daerah Sudirman, misalnya, mengungkapkan bahwa biasanya dalam sehari ia bisa menjual seratus porsi, tetapi pada saat musim tertentu jumlahnya bisa meningkat hingga dua kali lipat. Bahkan, beberapa pedagang musiman memanfaatkan momen ini untuk berjualan makanan, menciptakan pasar yang semakin kompetitif dan dinamis.

Peningkatan pengeluaran masyarakat untuk makanan juga tercermin dalam data resmi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan di Indonesia meningkat sebesar 5,69% dari tahun sebelumnya. Lonjakan ini menandakan bahwa masyarakat cenderung mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk makanan dalam berbagai kesempatan. Selain makanan, pengeluaran masyarakat juga meningkat pada sektor lain, seperti transportasi dan pakaian, yang turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, tren gaya hidup modern semakin mempengaruhi cara masyarakat mengonsumsi makanan. Di Jakarta, banyak orang yang memilih untuk makan di luar rumah, baik dengan teman, keluarga, atau kolega. Ini menciptakan lonjakan permintaan terhadap restoran, kafe, dan food court. Saya pernah mencoba memesan tempat di sebuah restoran favorit satu jam sebelum jam makan, dan ternyata sudah penuh. Reservasi menjadi sesuatu yang wajib jika ingin mendapatkan tempat nyaman saat berkumpul bersama. Selain itu, layanan pesan-antar makanan melalui aplikasi semakin meningkat, menunjukkan bahwa tidak semua orang ingin keluar rumah untuk makan, tetapi tetap menginginkan kenyamanan dalam menikmati hidangan favorit mereka.

Selain makan di luar rumah, saya juga berbicara dengan seorang penjual nasi bakar yang mengalami peningkatan pesanan dalam periode tertentu. Menurutnya, banyak pelanggan yang memesan makanan dalam jumlah besar untuk acara keluarga atau kantor. Bahkan, ada pelanggan yang meminta layanan home service, yaitu pengantaran makanan langsung ke rumah atau tempat acara mereka. Pesanan semacam ini jarang terjadi di luar momen-momen spesial, tetapi ketika ada perayaan atau pertemuan besar, permintaan ini meningkat tajam, memberikan peluang bisnis tambahan bagi para pedagang. Layanan katering juga semakin populer, terutama di kalangan perusahaan dan komunitas yang mengadakan acara makan bersama.

Namun, di balik keramaian ini, ada juga tantangan yang muncul. Kemacetan menjelang jam makan semakin parah karena banyak orang keluar hampir bersamaan. Saya pernah terjebak di lalu lintas selama hampir satu jam hanya untuk mencapai tempat makan yang jaraknya seharusnya bisa ditempuh dalam 15 menit. Selain itu, meningkatnya konsumsi makanan juga berarti peningkatan jumlah sampah. Banyak plastik bekas makanan dan minuman berserakan di sekitar lokasi penjual makanan, menunjukkan bahwa kesadaran akan kebersihan masih menjadi tantangan. Beberapa komunitas lingkungan telah mulai menggalakkan kampanye penggunaan wadah makanan yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi sampah plastik.

Dalam hal ini, peran Pemerintah Kota Jakarta sangat penting dalam mengatur dan mendukung kelancaran aktivitas masyarakat dalam sektor kuliner. Pemerintah biasanya melakukan berbagai langkah, seperti menyiapkan area dagang resmi di beberapa titik kota, memastikan keamanan pangan dengan melakukan inspeksi makanan, serta mengatur lalu lintas agar kemacetan dapat dikurangi. Selain itu, Dinas Kebersihan sering kali meningkatkan frekuensi pengangkutan sampah untuk mengatasi lonjakan limbah yang dihasilkan dari konsumsi makanan.

Di beberapa area, pemerintah juga bekerja sama dengan komunitas dan perusahaan untuk mengadakan program berbagi makanan bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semangat kebersamaan dan kepedulian tetap terjaga. Selain itu, pengawasan harga juga menjadi perhatian utama untuk mencegah lonjakan harga bahan makanan yang dapat merugikan konsumen. Dengan berbagai langkah ini, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara dinamika ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam sektor kuliner.

Dari sisi bisnis, restoran dan warung makan harus bekerja lebih keras untuk memenuhi lonjakan permintaan. Ada yang menambah tenaga kerja sementara, memperluas jam operasional, hingga menawarkan layanan antar agar pelanggan bisa mendapatkan makanan tanpa harus berdesakan. Beberapa restoran juga menghadirkan menu spesial, menciptakan pengalaman kuliner yang lebih menarik bagi pelanggan. Fenomena ini menunjukkan bagaimana sektor makanan tidak hanya menjadi bagian dari kebutuhan dasar, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik bagi bisnis besar maupun usaha kecil menengah.

Menjelang waktu makan, seketika semua aktivitas melambat. Saya mengamati orang-orang di sekitar yang terlihat lega setelah mendapatkan makanan favorit mereka, sementara para pedagang tersenyum puas karena dagangannya ludes terjual. Inilah Jakarta—kota yang selalu bergerak cepat, tetapi tetap menyempatkan diri untuk menikmati kebersamaan. Dalam hiruk-pikuk kesibukan dan kemacetan yang ada, ada momen refleksi dan kebersamaan, yang memperlihatkan betapa kuatnya tradisi dan budaya dalam kehidupan masyarakat urban.