(Beritadaerah-Jakarta) Keputusan LG untuk menarik diri dari proyek kendaraan listrik (EV) di Indonesia memicu diskusi luas di kalangan pengamat. Menurut pengamat ekonomi politik, Iwan Nurdin, langkah LG ini bukan sekadar kabar buruk, melainkan tanda kuat perlunya pembenahan serius dalam iklim investasi nasional.
“Langkah LG ini tak lepas dari situasi global, khususnya kebijakan proteksionis Amerika Serikat yang menerapkan tarif tinggi terhadap komponen otomotif yang diekspor ke negaranya. Hal itu membuat perusahaan multinasional menimbang ulang rencana ekspansi,” ujar Iwan kepada InfoPublik, Rabu (23/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa meski Indonesia telah mendorong hilirisasi sumber daya seperti nikel dan bauksit, yang menjadi bahan utama baterai EV, hal itu belum cukup untuk meyakinkan investor global agar menanamkan modal jangka panjang.
Dalam menghadapi gejolak geopolitik dan ketidakpastian perdagangan internasional, Iwan menilai Indonesia perlu merancang pendekatan yang lebih proaktif dan adaptif, terutama di sektor-sektor strategis seperti kendaraan listrik.
“Aspek fundamental seperti kebijakan perpajakan, fleksibilitas tenaga kerja, tata kelola pertanahan, hingga efisiensi perizinan dan infrastruktur harus dibenahi secara terintegrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Iwan menekankan perlunya ekosistem bisnis yang ramah dan fokus, agar Indonesia tetap menjadi destinasi yang menarik di tengah kompetisi investasi yang semakin ketat.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak lengah dalam menjaga citra dan kepercayaan investor, termasuk menghindari tuduhan diskriminatif terhadap pelaku industri dari negara mitra, seperti China, yang saat ini tengah memperluas investasinya di sektor EV nasional.
“Peristiwa ini bisa jadi titik balik. Indonesia harus menjadikannya pelajaran strategis untuk memperkuat daya saing dan menarik investasi masa depan. Jika dibenahi dengan serius, kita masih punya peluang besar untuk menjadi pusat manufaktur EV di kawasan,” pungkasnya.